sumber gambar : google.com
Orang-orang
berebut definisi paling sempurna dari kata cinta. Misal, cinta itu kesempurnaan
rasa, cinta itu rasa sayang yang tidak ada batasnya, cinta itu jatuh hati,
cinta itu buah dada, cinta itu rupiah yang selalu gelisah, dan definisi
lainnya. Tidak ada yang salah pada setiap definisi, karena pada dasarnya
definisi selalu berdasarkan apa yang dilihat dan dirasakan. Bagiku cinta itu
hantu, bagi yang tidak setuju, silahkan mengacungkan tangan di toiletnya
masing-masing. Cinta itu ghaib, tidak memiliki bentuk dan rupa, bentuk dan
rupanya didefinisikan dan digambarkan sesuai perasaannya masing-masing. Bagi
orang yang sedang bersedih, cinta itu hantu yang menyeramkan, bahkan
merasakannya saja takut. Bagi orang yang gembira, cinta itu hantu yang baik,
yang selalu membuatnya tertawa atau tersenyum sendiri. Seperti orang gila, aku
pernah gila, dan orang-orang yang bercinta itu gila. Aku katakan sekali lagi,
orang yang bercinta itu gila, ini bukan karena aku jomblo. Tapi mereka memang
gila. Cinta itu gila.
Sebagaimana
orang gila, mereka suka bertindak di luar nalar orang normal. Dan hal-hal gila
di bumi ini disebabkan cinta. Seperti gilanya cinta Sangkuriang pada Dayang
Sumbi, gilanya cinta Romeo dan Juliet; ini hanya sebagian orang-orang gila yang
terkenal dalam kisah cinta. Gilanya qhorun pada hartanya, gilanya Fir’aun pada
kekuasaannya; ini juga orang-orang gila yang terkenal di zaman dulu. Mari kita
tanya pada diri, seberapa gila kita dalam hal mencintai. Di awal tadi, aku
katakan cinta itu hantu, cinta itu gila. Sekarang, aku ingin mengatakan cinta
itu candu, sebagaimana rokok atau zat adiktif lainnya. Orang yang merasakan
cinta, akan terus ketagihan terhadap perasannya sendiri, akan terus
menginginkan cinta dalam batas normal hingga abnormal, akan terus merasa tidak
puas—bila hasrat ini berhenti, maka akan ada titik kejenuhan atau kebosanan. Di
sinilah cinta diuji, kisah cinta adalah kisah yang klise, terus berulang pada
cerita yang sama dengan tokoh berbeda. Dan keunikan tokoh itulah yang
menentukan kualitas cerita tentang cinta. Seperti yang ramai diperbincangkan
dari mulut ke mulut, dari hati ke hati, dari mata ke mata. Dilan, keunikan
karakternya yang membuat cerita cintanya berhasil memukau remaja saat ini.
Ada
yang lebih besar lagi, dan tidak hanya memukau remaja, tapi memukau zaman.
Kisah cinta Aisyah dan Rasulullah, Kisah cinta Nabi Ibrahim dan Allah, Kisah
cinta Ismail dan Ayahnya, Kisah para sahabat yang mencintai Rasulullah, Kisah
Adam dan Hawa. Dan kisah-kisah lainnya yang banyak bersumber dari Islam. Aku
katakan kisah cinta terdahsyat dan terhebat kebanyakan bersumber dari Islam.
Yang tidak setuju, boleh datang ke rumahku, jangan lupa sambil membawa kopi dan
sekeranjang cemilan. Aisyah dan
Rasulullah pernah saling menunggu di depan pintu hingga mereka sama-sama
tertidur, Ummu Umarah rela tertusuk panah demi melindungi Rasulnya, Ismail rela
disembelih ayahnya sendiri. Dalam keadaan sadar, tidakkah semua hal itu gila?
Tetapi cinta bukan tentang alam sadar lagi, cinta bisa jauh membawa kita pada
alam bawah sadar—dimana seseorang bisa berbuat di luar batas normalnya. Cinta
selalu meminta tumbal, ini menyeramkan, tapi orang tidak pernah menyadarinya.
Tumbal itu berupa pengorbanan—entah itu, waktu, harta, bahkan nyawa. Maka bila
ada orang yang mengungkapkan cinta padamu dalam keadaan sadar, ia sedang tidak
benar-benar mencintaimu. Cintanya harus diuji dengan alam bawah sadarnya
sendiri. Perasaan suka itu tentang ukuran mata, tapi perasaan cinta itu ukuran
gila. Semakin gila, maka semakian cinta. Maka berhamburanlah orang-orang gila
dimana-mana. Tetapi karena cinta itu dipandang sebagai sesuatu yang lumrah,
maka kegilaannya pun tidak dianggap sebagai penyimpangan.
Jadi
bila disambungkan, cinta adalah hantu candu yang gila. Cinta adalah hantu yang
baik, candu yang menstimulan perasaan, gila yang sehat—selama menganggap cinta
sebagai produk Tuhan yang harus dinikmati setiap manusia dengan tafakur dan
syukur.
Cianjur, 2018