Translate to your language

Sunday, July 1, 2018

PALU TUHAN DAN BATU DI KEPALAKU


            


            Rasa penasaran yang terus bergejolak. Aku menemukan jawaban, tapi tidak kunjung puas. Aku menemukan jawaban lagi yang lain, tapi tidak kunjung puas juga. Berhari-hari aku mencari jawaban hanya untuk memuaskan diri, betapa muskilnya hidup ini. Berulangkali juga saya bertanya pada teman-teman, dan mesin penjawab paling mutakhir di zaman ini. Namun, hasilnya tetap nihil. Aku hanya berpikir, apakah yang lebih besar ketika aku mencari jawaban? nafsu menjawab atau akal? Kepalaku seolah-olah sudah jadi batu, betapa keras dan berat. Aku sempat tidak mau lagi memikirkan jawaban ini, karena memang sebagian orang menganggap pertanyaan ini error, arah dari pertanyaan ini berlawanan. Namanya juga paradoks, pasti memuat hal kontradiksi, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran. Tinggal dua kemungkinan, pertanyaan yang di dalamnya berlawanan ini akan saling menghancurkan atau menguatkan.
            Hari-hari berikutnya, aku hanya ingin merenungi setiap apa yang terjadi dan ekses dalam hidup ini. Ketika berkendara di motor dengan santai, tiba-tiba hal yang kuanggap sebagai sebuah jawaban pun menepuk kepalaku. Barangkali inilah cara Tuhan memberikan kisi-kisiNya. Dari kemarin akalku bebal karena terlalu bernafsu mencari jawaban. Sehingga aku kehilangan kejernihan pikiran dan ketenangan perasaan. Dan jawaban ini tidak akan pernah bisa memuaskan setiap orang, karena perbedaan daya interpretasi dan konklusi. Baiklah, inilah pertanyaan yang membatu dalam pikiranku, dan Tuhan memecahkannya dengan palu kebesaranNya.

          Apakah Tuhan yang Maha Kuasa bisa membuat sebuah batu yang tidak bisa diangkat oleh diriNya sendiri?

            Tuhan yang Maha Kuasa. Kuasa Tuhan itu soal penciptaan dan kekuatan. Tuhan mencipta batu adalah soal peciptaan, dan Tuhan mengangkat batu adalah soal kekuatan. Jawabannya terletak di antara dua inti itu yang saling berkorelasi. Tanpa peciptaan, kekuatan tidak bisa ditunjukan. Sebenarnya jawaban telah sampai di situ, dan jawaban itulah yang akan mengantarkan kita pada bisa atau tidak bisa. Tetapi namanya juga manusia yang tak pernah puas, mereka terus mengeksploitasi jawaban untuk menemukan kontras benar dan salah.
            Jawaban bisa atau tidak bisa tergantung pada tarekat dan makrifat seseorang tentang ketuhanan. Dan ini akan menjadi kebenaran subjektif, benar atau salah tergantung interpretasi seseorang. Soal penciptaan dan kekuatan, maka peciptaan lebih dulu ada dan lebih utama bila melihat konteks kata dalam kalimat pertanyaan di atas. Maka saya beranggapan Tuhan bisa membuat batu yang tidak bisa diangkat oleh diriNya sendiri. Bukankah kita mengenal kekuatan dan kebesaran Tuhan dari berbagai hal yang diciptakanNya?
            Maka sepantasnya ketika Tuhan Maha Pencipta maka dia juga sedang menunjukan kekuatanNya, meski dalam benak kita seolah-olah Tuhan sedang melemahkan diriNya dengan tidak bisa mengangkat batu tersebut. Kita terlalu menekankan kata mengangkat sehingga menganggap Tuhan begitu lemah, padahal dia yang menciptakanNya. Kalau dia tidak bisa mengangkatNya, bukankah dia bisa menghancurkan atau menghilangkanNya? Karena dialah sang Maha Pencipta.
            Analogi yang lebih kecil adalah ketika kita membuat sebuah mainan, dan ketika sudah jadi kita tidak bisa merubahnya lagi. Karena memang setiap sudutnya sudah dilem dan dipaku. Dan ketika hal itu terjadi, bukankah kita bisa menghancurkannya untuk membuatnya lagi? Karena kitalah penciptaNya. Banyak hal yang menunjukan seolah-olah Tuhan lemah dan mengantarkan kita untuk mengenal kekuasaanNya. Seperti kenapa Tuhan tidak membuat semua orang itu baik dan meyakini akan keberadaan diriNya? Di sinilah proses untuk sampai pada sebab. Sebab orang baik adalah mengenal buruk. Sebab orang meyakini keberadan adalah berawal dari ketiadaan. Baik dan buruk, yakin dan tidak yakin, begitu juga bisa atau tidak bisa adalah bagian kekuasaan Tuhan. Wallahu'alam bishowab.

Cianjur, 2018