Translate to your language

Friday, March 30, 2018

CINTA; BARISAN ORANG-ORANG GILA

sumber gambar : google.com



                Orang-orang berebut definisi paling sempurna dari kata cinta. Misal, cinta itu kesempurnaan rasa, cinta itu rasa sayang yang tidak ada batasnya, cinta itu jatuh hati, cinta itu buah dada, cinta itu rupiah yang selalu gelisah, dan definisi lainnya. Tidak ada yang salah pada setiap definisi, karena pada dasarnya definisi selalu berdasarkan apa yang dilihat dan dirasakan. Bagiku cinta itu hantu, bagi yang tidak setuju, silahkan mengacungkan tangan di toiletnya masing-masing. Cinta itu ghaib, tidak memiliki bentuk dan rupa, bentuk dan rupanya didefinisikan dan digambarkan sesuai perasaannya masing-masing. Bagi orang yang sedang bersedih, cinta itu hantu yang menyeramkan, bahkan merasakannya saja takut. Bagi orang yang gembira, cinta itu hantu yang baik, yang selalu membuatnya tertawa atau tersenyum sendiri. Seperti orang gila, aku pernah gila, dan orang-orang yang bercinta itu gila. Aku katakan sekali lagi, orang yang bercinta itu gila, ini bukan karena aku jomblo. Tapi mereka memang gila. Cinta itu gila.
                Sebagaimana orang gila, mereka suka bertindak di luar nalar orang normal. Dan hal-hal gila di bumi ini disebabkan cinta. Seperti gilanya cinta Sangkuriang pada Dayang Sumbi, gilanya cinta Romeo dan Juliet; ini hanya sebagian orang-orang gila yang terkenal dalam kisah cinta. Gilanya qhorun pada hartanya, gilanya Fir’aun pada kekuasaannya; ini juga orang-orang gila yang terkenal di zaman dulu. Mari kita tanya pada diri, seberapa gila kita dalam hal mencintai. Di awal tadi, aku katakan cinta itu hantu, cinta itu gila. Sekarang, aku ingin mengatakan cinta itu candu, sebagaimana rokok atau zat adiktif lainnya. Orang yang merasakan cinta, akan terus ketagihan terhadap perasannya sendiri, akan terus menginginkan cinta dalam batas normal hingga abnormal, akan terus merasa tidak puas—bila hasrat ini berhenti, maka akan ada titik kejenuhan atau kebosanan. Di sinilah cinta diuji, kisah cinta adalah kisah yang klise, terus berulang pada cerita yang sama dengan tokoh berbeda. Dan keunikan tokoh itulah yang menentukan kualitas cerita tentang cinta. Seperti yang ramai diperbincangkan dari mulut ke mulut, dari hati ke hati, dari mata ke mata. Dilan, keunikan karakternya yang membuat cerita cintanya berhasil memukau remaja saat ini.
                Ada yang lebih besar lagi, dan tidak hanya memukau remaja, tapi memukau zaman. Kisah cinta Aisyah dan Rasulullah, Kisah cinta Nabi Ibrahim dan Allah, Kisah cinta Ismail dan Ayahnya, Kisah para sahabat yang mencintai Rasulullah, Kisah Adam dan Hawa. Dan kisah-kisah lainnya yang banyak bersumber dari Islam. Aku katakan kisah cinta terdahsyat dan terhebat kebanyakan bersumber dari Islam. Yang tidak setuju, boleh datang ke rumahku, jangan lupa sambil membawa kopi dan sekeranjang cemilan.  Aisyah dan Rasulullah pernah saling menunggu di depan pintu hingga mereka sama-sama tertidur, Ummu Umarah rela tertusuk panah demi melindungi Rasulnya, Ismail rela disembelih ayahnya sendiri. Dalam keadaan sadar, tidakkah semua hal itu gila? Tetapi cinta bukan tentang alam sadar lagi, cinta bisa jauh membawa kita pada alam bawah sadar—dimana seseorang bisa berbuat di luar batas normalnya. Cinta selalu meminta tumbal, ini menyeramkan, tapi orang tidak pernah menyadarinya. Tumbal itu berupa pengorbanan—entah itu, waktu, harta, bahkan nyawa. Maka bila ada orang yang mengungkapkan cinta padamu dalam keadaan sadar, ia sedang tidak benar-benar mencintaimu. Cintanya harus diuji dengan alam bawah sadarnya sendiri. Perasaan suka itu tentang ukuran mata, tapi perasaan cinta itu ukuran gila. Semakin gila, maka semakian cinta. Maka berhamburanlah orang-orang gila dimana-mana. Tetapi karena cinta itu dipandang sebagai sesuatu yang lumrah, maka kegilaannya pun tidak dianggap sebagai penyimpangan.
                Jadi bila disambungkan, cinta adalah hantu candu yang gila. Cinta adalah hantu yang baik, candu yang menstimulan perasaan, gila yang sehat—selama menganggap cinta sebagai produk Tuhan yang harus dinikmati setiap manusia dengan tafakur dan syukur.

Cianjur, 2018