Translate to your language

Thursday, August 31, 2017

QURBAN DAN KECEMBURUAN TUHAN




                Adakah yang menemukan kembali Ibrahim dan Ismail? Ini bukan hanya tentang qurban, tapi juga tentang perasaan Allah terhadap cinta dan pengorbanan yang mendasari ceritanya. Cerita yang menjadi sejarah, dan terus diulang di setiap khutbah solat idul adha. Cerita yang mendunia, dan ditulis Allah sebagai bentuk atau wujud sebenarnya dari cinta. Bagaimana bisa seorang Ayah berkehendak menyembelih anaknya dan ibunya pun mengikhlaskannya? Orangtua yang gila! Apakah anaknya menolak? Tidak, anak yang sinting! Hey bung, banyak sekali hal gila di dunia ini disebabkan karena cinta. Hal gila yang datang bukan dari alam bawah sadar, tapi alam sadar yang menciptakan cinta yang besar, lalu mendorong seseorang untuk berkorban.
                Keluarga Ibrahim adalah keluarga yang sakinnah, istri yang solehah, dan anak yang soleh. Ibrahim adalah sosok ayah yang berhasil mendidik anaknya, dan Ismail adalah anak yang lulus dari didikan ayahnya. Banyak sekali ayah yang baik telah mendidik anaknya, tetapi anaknya tidak lulus, seperti Kan’an yang durhaka pada Nabi Nuh. Bukan hanya anaknya, tapi istrinyapun turut taat pada suaminya. Banyak sekali kejadian besar yang telah menguji mereka. Allah melihat cinta yang besar di antara mereka. Dan barangkali Allah cemburu. Ya, kisah qurban ini berasal dari cemburu.
                Seorang khalik berhak cemburu pada makhluknya. Apa yang dilakukakan seseorang bila cemburu? Dia akan mencoba menguji cintanya kembali. Barangkali Allah bertanya-tanya dalam kecemburuanNya, “Apakah Ibrahim lebih mencintaiku atau keluarganya?”, maka Allah pun mencoba mengujinya di suatu malam. Ibrahim bermimpi, dan dalam mimpinya itu ia diperintahkan Allah untuk menyembelih anaknya. Mimpi seorang nabi bukan seperti mimpi manusia biasa sebagai bunga tidur. Mimpi seorang nabi adalah salah satu cara Allah menurunkan wahyu. Sebagai seorang Ayah yang sama seperti manusia lain, Ibrahim sejenak termenung dan memikirkan ujian dari Allah. Apalagi Ismail adalah anak yang didambakannya setelah puluhan tahun, dan diharapkan menjadi pewaris dan penyambung langsung keturunanya. Dan di hari itu, seorang ayah kandung harus merenggut nyawa anaknya sendiri.
                Dengan keteguhan iman Ibrahim datang menemui Ismail. Waktu itu  Ismail sudah mencapai usia remaja, tapi hatinya sudah matang dan penuh iman kepada Allah. Ketika ayahnya menceritakannya tentang mimpinya, Ismail langsung menjawab, “Wahai Ayahku, laksanakanlah apa yang telah menjadi perintah Allah kepadamu. Dan Insya Allah aku akan menjadi orang yang sabar dan patuh.” Dengan tangis haru dipeluklah dan diciumlah pipi anaknya. Ayah mana yang tidak bahagia memiliki anak yang taat kepada Allah, dan bakti kepada orangtua, meski harus mengorbankan nyawa. Pada saat itu Ismail meminta ayahnya untuk mengikat kuat-kuat tubuhnya, agar tidak menyusahkan ayahnya. Selanjutnya, ia juga meminta menanggalkan pakaiannya agar tidak terkena darah dan melukai hati ibunya. Pisaunya pun dipertajam, agar penderitaan dan kepedihannya anaknya tidak terlalu berat. Dan tidak lupa Ismail pun menitipkan salam kepada ibunya. Atas kehendak Allah, malaikat Jibril menurunkan wahyu dan menggantikan Ismail dengan kambing yang besar lagi gemuk (Dalam riwayat lain, tiba-tiba pisau nabi Ibrahim tumpul, dan disebelahnya sudah disediakan kambing sebagai penggantinya).
                Tuntas sudah kecemburuan Allah. Ternyata nabi Ibrahim dan Ismail lebih mencintai Allah dibanding keluarganya. Sebelumnya Allah juga telah menguji cinta nabi Ibrahim kepada anak dan istrinya, dengan meninggalkan Siti Hajar di padang tandus juga kering. Inilah wujud cinta sejati, cinta sejati butuh diuji dengan pengorbanan. Dan di setiap tahun cinta sejati itu diperingati sebagai hari raya Idul Adha dengan melakukan qurban berupa hewan ternak. Tidak terbayang, bila nabi Ismail jadi disembelih. Dan di masa sekarang, setiap ayah harus menyembelih anaknya. Apakah setiap ayah bisa melakukannya? Apakah setiap anak ikhlas menerimanya? Sungguh Allah Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, kadang mendapat ujian ringan saja kita menyerah, kadang juga otak kita terlalu bebal dan penuh buruk sangka menerima takdirNya.
                Kembali lagi pada cemburu. Kecemburuan Allah adalah tanda Allah masih memperhatikan dan mencintai makhlukNya. Maka bersyukur, bila Allah masih memberikan ujian sebagai tanda kecemburuanNya. Sebab Allah juga ingin tahu, sudah sampai di manakah cinta kita pada  Allah, apakah lebih mencintai Allah atau harta, keluarga, juga jabatan yang dimiliki saat ini. Oleh karena itu, dalam setiap hari raya Idul Adha, Allah menguji cinta seorang manusia. Jika Allah cemburu, maka Allah masih mencintai kita. Dan celaka, jika Allah sudah membiarkan kita.
                Semua kisah ini berawal dan berinti dari cinta. Cinta yang ideal dan proporsional akan kembali mengantarkan kita pada Sang Maha Yang Memiliki Cinta. Cinta kita pada dunia tidak seharusnya melebihi cinta padaNya. Wujud cinta sebenarnya sudah ditampakan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam peristiwa qurban. Di mana sebenarnya cinta itu berbentuk segitiga, di bawahnya manusia saling mencintai dengan garis horizontal, tapi keduanya tidak boleh melupakan cinta kepada Allah dengan garis vertikal. Dan begitu juga sebaliknya, di titik teratas Allah selalu mencintai hambanya. Intinya, titik pertama dan utama dari cinta berada di atas yaitu Allah, yang dihubungkan dengan garis vertikal (habluminallah). Dan dibawahnya, sesama makhluk juga harus saling menyayangi dan berhubungan dengan garis horizontal (habluminannash).

 


                Adakah yang menemukan kembali Ibrahim dan Ismail? Ibrahim selalu hadir dalam diri seseorang yang taat pada Allah dan rela berkorban. Ismail selalu hadir dalam diri seseorang yang sabar menjalankan perintah Allah dan ikhlas menerima ujian. Qurban bukan hanya tentang menyembelih hewan ternak. Qurban itu menyembelih hasrat atau kecintaan kita pada dunia, meliputi harta, keluarga, atau pun jabatan—untuk mempersembahkan cinta yang lebih besar pada Sang Maha Pencipta. Allah akan terus cemburu saat seorang hamba lebih mencintai dunia, berselingkuh dengan harta, keluarga, dan jabatan. Bila seorang hamba tidak peka dengan kecemburuanNya, Allah akan terus menguji dan mengingatkan. Dan Allah juga akan terus menunggu hingga dunia ini digoncangkan dan hamba itu sadar bahwa cinta Allah lebih besar dari kenikmatan dunia yang fana.  Begitu setia Allah mencintai hambaNya, dan begitu durhaka seorang hamba yang melupakanNya. Dalam setiap qurban, selalu ada kecemburuan Allah yang menguji cinta kita dengan pengorbanan. (MR. Maskur, 2017)


Sumber gambar : google.com

Wednesday, August 30, 2017

Putri Salju dan Pangeran Es Batu

“Tanganmu dingin banget!”
“Gue kan putri salju! Tangan lu malah lebih dingin!”
“Aku kan pangeran es batu!”
“Hahahahaha….”
Minggu bergerimis di taman kota yang sudah sepi, hanya kita yang masih tertawa menikmati rintik hujan. Berjalan berdampingan melihat nyala lampu. Malam ini aku senang melihatmu tertawa lepas, bersenda gurau meskipun kedinginan.
“Tunggu dulu, tuan putri. Ada perang besar di perutmu, juga perutku. Sudikah tuan putri mendamaikannya dengan mengirim sepasukan nasi goreng yang hangat?”
“Haha lebay! di perempatan jalan sana ada  tukang nasi goreng, ke sana yuk!”
Tanpa menunggu jawaban, tanganmu menggamit tanganku. Kutatap wajahmu dalam-dalam, wajah yang membuatku jatuh cinta 2 tahun lalu. Bukan jatuh, itu terlalu sakit. Yang membuatku menyimpan cinta 2 tahun lalu. Ah, padahal itu lebih sakit. Selama itu aku menyimpannya untukmu, selama itu juga aku menahan sakit. Sebab begitu banyak lelaki yang mendekatimu, sedangkan aku hanya memilih diam. Tapi dengan sabar, akhirnya aku bisa memberikan cinta ini untukmu.
Sudah hampir larut malam. Kita masih tertawa sambil menikmati nasi goreng, sesekali menceritakan masa kecil masing-masing.
“Waktu gue SD emang tinggal di Jakarta, bokap pindah ke sana. Tapi pas SMP Kelas 2 Gue pindah lagi sini, nyokap kan asli Cianjur.” Sebenarnya aku tahu itu, tapi kadang kita lupa. Hingga mungkin butuh pengulangan. Dari cara berdialognya pun aku sudah tahu, penggunaan kata “gue” dan “elu” itulah yang menjadi ciri khas. Meski sebenarnya di zaman sekarang, bahasa itu marak di berbagai daerah dan berbagai kalangan.
Tapi sebagai anak dari seorang guru Bahasa Indonesia, maka kata Ibu aku harus menjadi contoh bagi murid-muridnya. Hm, ya makanya jangan heran kalau dalam berdialog santai saja kadang kata-kataku baku. Tapi itu bukan sebuah kesalahan, mungkin kebenaran yang dianggap norak di zaman remaja sekarang. So, I don’t care. Da aku mah apa atuh. Ah, sudahlah. Apa artinya bahasa? Bila tanpa itu kita tetap bisa saling memahami dan mencintai. Edaaanlah! (Suara hatiku terus saja bicara, tapi mataku tetap mengamati mulutnya yang mungil yang sedang bercerita, hingga akhirnya ia mengajak pulang)
Tuan putri naik motor bebekku, melaju di kecepatan 20 km/jam di jalan basah dari taman kota menuju istana. Rinai hujan membasahi mukanya yang lucu, kutengok di spion. Apakah kecepatannya perlu dinaikan? Tidak, kita tidak butuh kecepatan, kita butuh keromantisan. Peluknya erat dan hangat. Nafas dan detak jantungnya begitu terasa. Malam yang indah.
*
“Huh elu bisa sakit juga ternyata ya! haha” tiba-tiba ia muncul dari balik pintu. Wajahnya yang penuh senyum membuatku ingin terbangun meskipun lesu. Tapi rasanya sakitku lumayan membaik. Tadi pagi aku demam, mungkin efek hujan-hujanan semalaman. Tapi sudah ada obat  yang paling manjur di depanku. Hahaha
“Udeh, lu diem aja, nih gua bawain bubur ayam.”
 “Engga ah engga mau makan bubur.”
“Eh. Gue nih bela-belain nyari tukang bubur sampe ke mekah.”
“Kok ke mekah sih?”
“Kan tukang bubur naik haji. Hahaha ”
Bhakkk!! Dia selalu bisa membuatku tertawa, meskipun dalam suasana badmood sekalipun. Hahaha sungguh wanita yang sempurna. Hei para lelaki, mungkin kalian akan sirik melihatku dengannya. Aku hanya lelaki sederhana yang mendapatkan seorang wanita yang luar biasa. Bila kalian melihat matanya, maka seketika kalian seperti terbius dan terhipnotis masuk ke dalam kecantikan alaminya. Bibirnya yang merah muda, pipinya yang tirus dan halus, lengkung alisnya yang sempurna, bulu matanya yang lentik, dan giginya yang lucu juga putih. Uh, dia adalah gabungan dari beberapa wanita cantik di dunia. Perpaduan betawi dan sunda yang sungguh sempurna. Bila orangtuanya disuruh membuat anak lagi, mungkin tak akan pernah seperti dia. Dia adalah wanita limited edition. Banyak lelaki yang memburu, tapi aku tak perlu. Kini ia ada di dekatku. Bahkan lebih dekat, di hatiku.
“Woy malah bengong! Jangan liatin gue kaya gtu dong. Mau gak nih makan buburnya?”
“Engga ah”
“Kok engga sih?”
“Engga kalau gak disuapin sama kamu, Hehe..”
Kamarku dipenuhi tawa. Setiap selang beberapa menit selalu ada saja celotehnya. Ia membuatku sembuh lebih cepat. Bila setiap lelaki di posisiku, maka sesudah sembuh, kalian pasti ingin hujan-hujanan semalaman, lalu mengharapkan sakit. Lalu setelah sembuh, kalian akan terus mengharapkan kejadian itu berulang-ulang, tanpa bosan. Hanya satu alasan, kalian takut kehilangan. Aku takut kehilanganmu, Aina Talitha Zahran.
*
“Tanganmu dingin banget!”
“Gue kan putri salju! Tangan lu malah lebih dingin!”
“Aku kan pangeran es batu!”
“Hahahahaha….”
Percakapan itu yang selalu membuatku rindu. Sekarang malam minggu, aku menunggumu. Menyusuri jalan trotoar sendirian. Pukul 08.00 malam, kau belum juga datang? Padahal langit sudah menabur gerimis ke jalanan kota. Apa kau masih berdandan di depan cerminmu? Aku menunggumu. Aku akan setia menunggumu.
Aku terus berjalan menuju taman. Lihatlah nyala lampu itu. Warnaya kuning, menerangi jalan dan dahan pepohonan. Indah bukan? Kau selalu suka itu. Lalu angin kecil yang tak sengaja menjatuhkan daun-daun kering menambah indah suasana kota. Kita seperti berada di Eropa, meski banyak terlihat toko-toko tua milik cina. Hehe, tapi malam ini tak kalah indah bukan? (Kutengok ke samping kiriku, aku lupa kau belum datang).
Taman sangat sepi, aku duduk di salah satu kursi tempat kita biasa bercerita. Termenung. Aku sadar, kau tak akan pernah datang kembali untuk alasan apapun. Kau benar-benar sudah menjadi putri salju yang tertidur selamanya. Aku tak bisa mencium untuk membangunkanmu. Sebab kau benar-benar sudah terlelap. Aku hanya ingin menjengukmu. Maka kuseret langkahku menuju tempat pemakaman umum Sirnalaya, aku datang untukmu. Walaupun kutahu kau tak akan pernah bangun untukku, bahkan untuk gerimis malam ini. Aku mencintaimu, kubisikkan pelan di kuburannya. Airmataku menetes, sedingin es. (Mungkin kau benar, aku adalah pangeran es batu.)

CHOYANG; TERAPI JIWA SEBELUM KE SURGA


                 Terapi adalah salah satu cara sembuh dari berbagai penyakit, selain berobat ke dokter dan minta doa ke ustadz, atau jampe ke dukun. Waktu yang ditempuh dalam proses terapi itu memang cukup lama, tidak seperti obat dari resep dokter yang menyembuhkan dalam tempo sesingkat-singkatnya, singkat menuju sembuh dan singkat menuju sakit lagi. Ibarat orang yang menaiki kendaraan, orang yang menempuh jalan terapi ini seperti menaiki becak, begitu lambat tetapi aman, dan dalam perjalanan itu kita bisa melihat pemandangan suasana sekitar yang bisa menghibur rasa sakit kita. Berbeda dengan yang menempuh jalan operasi atau berobat ke dokter, itu bagai naik motor dengan kecepatan di atas 120km/jam di jalan rawan kecelakaan sehabis hujan tanpa rem depan maupun belakang, dijamin ditilang malaikat ketika sudah selamat sampai kuburan. Di kotaku, ada sebuah tempat terapi yang bisa memanipulasi usia, para manula yang datang ke sana akan tiba-tiba menjadi muda kembali, bahkan manusia purba yang datang ke sana pun akan merasa menjadi anak-anak lagi. Ini memang sulit dipercaya, seperti dongeng atau film layar lebar ciptaan Amerika yang penuh fantasi dan bualan.
                Tentu tidak, ini bukan kebohongan, aku melihat dengan mataku sendiri. Oh tidak, bukan, bukan mataku sendiri, ini mata milik Tuhan. Tetapi ini memang benar adanya, orang yang masuk ke sana kebanyakan dari kalangan manusia lama; manusia yang sudah bosan menginap di dunia. Itu terlihat dari cara jalan mereka yang  sudah malas, kulit yang sudah tidak mau kencang lagi, dan gigi yang menolak tumbuh kembali. Biar kudeskripsikan satu persatu dari sekian jenis manusia lama yang masuk ke sana. Spesies pertama, makhluk lama yang urat-uratnya sudah asam, cocok dijadikan bahan pengganti cuka, maksudku makhluk lama ini mempunyai penyakit asam urat, di mana merasa nyeri di daerah persendian. Spesies kedua, makhluk lama yang memiliki berbagai kelebihan, inilah manusia lama yang paling tinggi di antara yang lain; darahnya tinggi, kolesterolnya tinggi, asam uratnya tinggi, dan penyakit lainnya yang membuat mereka lebih unggul dibanding yang lain. Spesies ketiga, makhluk lama yang mengidap penyakit kejombloan luar biasa, bisa jadi duda atau janda, bisa jadi cerai atau Jodi—dalam kurung jomblo ditinggal mati—dibaca cerai mati. Kesepian dan kesenderian yang menyebabkan penyakit muncul di manusia macam itu. Tetapi tidak hanya pada manusia lama, sebab yang muda juga jika ditinggal kekasihnya pasti menderita, dan hal itu bisa berdampak buruk pada kejiwaan, kesehatan, keimanan, kesejahteraan, hingga dapat menyebabkan kanker, impontensi, dan gangguan kehamilan. Intinya awas! Kejombloan membunuhmu. Dan masih banyak spesies lainnya yang tidak dapat kujelaskan, karena keterbatasan riset untuk meneliti mereka satu persatu, dan masih banyak juga spesies yang belum kutemukan. Melihat mereka seperti menziarahi masa kecil kita sebagai seorang manusia yang pernah mengalami masa kanak-kanak.
                Dan semua spesies tersebut bisa di temukan di Choyang, sebuah tempat terapi yang bisa memanipulasi usia, di sini tidak ada yang tua, semuanya muda—ini surga yang diciptakan tawa dan bahagia. Bila pagi dan melewati Jalan IR. H. Juanda di kota Cianjur ini, maka terlihatlah mereka sedang menggerakan badan, senam dengan gerakan yang luar biasa apa adanya, terlihat semangat membara di setiap tawanya. Meski pun sudah tua, kekompakannya sungguh tidak diragukan lagi kacaunya, tapi mereka tetap bahagia, bersenam ria layaknya anak TK dan SD yang menggemaskan. Bila sudah selesai, mereka semua masuk ke ruangan. Kemudian ada staff guru datang, mereka menyambutnya dengan tepuk tangan seperti film upin dan ipin. Selamat pagi cekgu! Kurang lebih seperti itu, tapi jangan terkejut, makhluk lama di sini pandai sekali berbahasa korea, mereka menyapa gurunya dalam Bahasa korea. Bahkan, batuk dan kentut pun mereka biasa menggunakan Bahasa korea. Sungguh prestasi luar biasa, yang tidak bisa didapat di daerah mana pun. Mereka biasanya diberi arahan tentang cara menjaga kesehatan dan penyuluhan berbagai penyakit. Sesekali mereka bercanda, dan tertawa. Duh! Lihatlah wajah mereka yang menggemaskan, kulit-kulit keriput yang kembali kencang dalam waktu sesaat karena tertawa dengan keras. Seolah tidak ada beban hidup yang menindih hati dan kepalanya, mereka semua tertawa lepas dan terlihat bahagia, meski masih ada juga yang terlihat murung atau malu, barangkali murid baru yang belum beradaptasi sepenuhnya. Bila selesai pembelajaran, maka mereka akan mulai terapi dengan sesinya masing-masing.
Ada dua alat terkenal di sini, yaitu Choeun Haroo si tukang pijat, dan Choeun Achim si tukang panas. Ada juga frekuensi yang biasa digunakan orang yang stroke. Aku lebih kenal dua alat itu, mereka lebih familiar dan banyak di sana. Choeun Haroo ini tukang pijat yang ulung, ia bisa mengembalikan tulang belakang ke tempat semula, dan beberapa jurus lainnya yang membuat badan sehat dan kuat. Choeun Achim ini tukang panas memanaskan orang, keahliannya mengeluarkan darah kotor melalui keringat, bila orang terlentang atau telungkup di sini, dijamin mandi keringat luar biasa bercucuran sampai ke pantat, ia juga mempunyai jurus lain yang bisa menyembuhkan berbagai penyakit. Jika menggunakan frekuensi, badan atau anggota tubuh kita suka gerak sendiri, seperti ada jin yang menggerakannya, ini bukan horror, tidak juga bercanda. Semua alat itu memiliki sebuah batu ajaib, bukan batu ponari, namanya batu superdana. Aku tidak tahu asal muasalnya, sehinnga si Dana bisa menemukan batu super yang bisa berharga sampai puluhan juta dan bermanfaat bagi penduduk dunia. Ampuh terbukti! Banyak orang berpenyakit parah yang tidak jadi operasi, sungguh luar biasa alat tersebut, ternyata tidak jadi operasi karena tidak punya uang yang cukup untuk membiayai. Jangan dulu tertawa, memang benar, banyak orang yang menempuh jalan terapi dan tidak jadi operasi, karena dengan perlahan penyakitnya sembuh.
                Bukan hanya karena alat terapi saja, tapi karena staff gurunya yang membuat mereka tertawa setiap hari, sehingga beban pikiran mereka hilang di muka bumi. Ya, menurutku, awal datang penyakit itu dari pikiran dan perasaan yang tidak sehat. Pikiran adalah komando penggerak untuk setiap anggota tubuh kita, dan perasaan adalah hati yang merasakan setiap keadaan. Dan dua hal itu adalah satu kesatuan yang harus tetap sehat. Bila komando penggerak tubuh kita sakit, maka anggota tubuh yang lain juga akan ikut sakit. Bila hati kita sakit, maka setiap keadaan pun akan menjadi sakit. Maka tertawa dan tersenyum adalah obat mujarab bagi mereka yang berpenyakit. Setidaknya jika meninggal, mereka dalam keadaan tersenyum, bukan murung dan melotot karena pikiran dan perasaan yang tidak menyenangkan.
                Staff guru di sana bisa sebagai dokter, tempat bercerita, guru, perawat, tukang pijat, tukang lawak, dan lain-lain. Kukatakan demikian, karena memang mereka begitu perhatian terhadap pasien atau tamu yang datang, tidak segan-segan mereka menganggap keluarga. Dan memperilakukan mereka layaknya ibu atau ayahnya sendiri, atau kakaknya sendiri, atau juga pacarnya sendiri. Lingkungan yang sehat tercipta karena keakraban dan kekeluargaan, ini juga mendukung proses penyembuhan. Bagi mereka yang tinggal sendirian di rumahnya, maka Choyang adalah tempat terapi sekaligus panti asuhan, bisa juga jadi tempat hiburan. Berbagai macam tingkah makhluk lama akan terus menghibur di setiap harinya, perilaku kocak yang jarang didapatkan di dunia luar yang penuh gengsi. Ada yang senang berjoged, menyanyi, dan ada yang diam saja—tapi diam mereka pun tetap lucu, wajah imut yang berkerut tidak kusut atau cemburut seperti cecurut atau cangcut, hanya keriput.
                Sebenarnya tidak hanya makhluk lama yang datang ke sana, banyak juga dari kalangan ibu atau bapak muda. Karena mereka menyadari pentingnya kesehatan bagi kehidupannya beberapa tahun ke depan. Penyakit tidak hanya hadir di masa tua, tapi juga bisa menyapa masa muda. Ya, seperti seorang remaja yang berkonsultasi, dan ternyata mempunyai kolesterol tinggi. Apakah remaja itu bahagia karena berprestasi dengan mendapatkan kolesterol tinggi? Menurutku tidak, pasti ia kecewa, bayangan menyakitkan tergambar di pikirannya beberapa tahun ke depan. Barangkali nanti ia stroke, atau serangan jantung, syukur-syukur langsung menghadap Tuhan yang Maha Kuasa.
                Oh, ya staff guru atau perawat atau pengasuh atau dokter atau apalah mereka yang membimbing di sana, mereka semua masih sangat muda, bahkan lebih muda dariku. Tapi aku salut pada mereka, mereka dengan lemah lembut membimbing dan memperhatikan setiap pasien atau tamu yang masuk. Aku melihat keikhlasan atau ketulusan di wajah mereka. Tetapi sedikit promosi juga terlihat di sana. Maaf, hanya bercanda. Mereka adalah bidadari dan bidadara (ada satu staff laki-laki juga, biar tidak iri) dunia yang ikut memperjuangkan kesehatan para manusia dari serangan para penyakit bertopeng di dunia, yang merampas harta manusia paling berharga, yaitu senyuman dan tawa. Mereka adalah pahlawan yang harus diberi penghargaan oleh negara karena telah memperjuangkan kesehatan rakyatnya, terutama para manula. Tetapi sepertinya negara tidak bangga, mungkin berbalik jadi tidak suka pada mereka, karena dengan kembali sehatnya para manula maka angka kematian di negara ini makin menurun, dan populasi semakin padat. Ah, tetaplah berbaik sangka. Karakter para staff guru sangat beragam, seperti beragamnya ranger di filmnya, salah satunya Wanita Berkolam Airmata—senjatanya ia bisa mengeluarkan airmata kapan saja dan di mana saja. Dan banyak lagi ranger lainnya, aku tidak tahu kekuatan mereka, nanti harus kudata biar bisa dijadikan tandingan film powerranger selanjutnya.
                Aku tidak tahu harus menulis apa lagi, aku bersyukur bisa mengenal tempat itu beserta orang-orangnya yang luar biasa. Orang tua yang merasa kembali muda, dan orang muda yang merasa semakin muda, karena memang rata-rata orang tua. Di sinilah orang-orang berpenyakit bisa sembuh karena senyum dan tawa yang menterapi jiwa. Choyang, tempat sehat yang harus kalian kunjungi sebelum ke surga.


MR. Maskur, 2017

Thursday, August 10, 2017

Kasus Penghinaan Lambang Negara

    Saat ini media pers terkesan mementingkan keramaian dari sebuah berita, dibanding bobot manfaatnya bagi masyarakat. Bukankah sifat humor dalam diri seseorang itu adalah sesuatu yang wajar? Dan saya yakin seorang pejabat sekalipun pasti sering nyeloteh santai bila menjawab sebuah pertanyaan. Namun, memang jelas ia salah menempatkan celotehannya. Ia dianggap menghina lambang negara kita yang sakral. Padahal di luar sana, orang-orang baik dari kalangan masyarakat maupun pemerintah juga sama menghinakannya, lebih parahnya lagi bukan hanya lambang negara, tapi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya (nilai-nilai pancasila). Mereka menghina tidak dengan perkataan, tapi dengan buruk tingkah laku dan perbuatan. Apakah korupsi bukan sebuah penghinaan untuk negeri kita? Bila bukan, saya takut bangsa ini menganggap lambang negara sebagai berhala, menyembahnya seperti Latta dan Uzza, lantas mudah marah bila orang menghinanya. Padahal lambang negara hanyalah sebuah penyimbolan dari nilai-nilai yang jauh lebih dalam. Jadi apa yang lebih penting antara lambang negara atau nilai-nilai yang terkandung di dalamnya? Jadi apa yang lebih parah antara penghinaan dengan perkataan terhadap lambang negara atau penghinaan denga perilaku terhadap nilai-nilainya?. Sedangkan di media sosial orang-orang juga ramai mencaci dan memarahinya. Tapi apakah itu adalah sikap yang bijak? Mungkin lebih baik menasehati dan menutupinya diam-diam. Sebagai seorang manusia kita sudah sepatutnya menjaga keburukan atau aib orang lain. Dan dalam islam pun sama, seorang muslim yang membuka aib orang lain itu seperti memakan mayat saudaranya sendiri. Sudahlah, sudah banyak keburukan yang diumbar tentang negeri kita sendiri. Mungkin wajah negeri kita sudah merah sekali, sudah malu berkali-kali. Ini bukan pembelaan, tapi pengkajian terhadap kebenaran. Ah aku hanya bocah, tak pantas berbicara benar atau salah. Lebih baik meminta pendapat pada para tetua, hehe (terkait kasus seorang artis yang menghina lambang negara)

Wednesday, August 9, 2017

Konspirasi Bentuk Bumi

     Aku hanya orang bodoh. Terlalu bebal memahami semuanya. Tapi dalam kitabku, Tuhanku tak henti-hentinya menyuruhku berpikir. Dulu, aku berpikir bumi itu bulat. Mungkin kalau saat ini seperti tahu, lebih tepatnya tahu bulat. "Tahu bulat... digoreng dadakan.. lima ratusan.. haraneut keneh."(Nada dan iramanya yang akrab di telinga anak-anak Cianjur). Tapi, konon sekarang bumi itu datar. Bukan berubah bentuk. Hanya orang-oranglah yang merubah pikirannya. Beberapa pernyataannya bisa Anda saksikan di mang Youtube, terbagi menjadi beberapa episode (Flat Earth). Ini soal konspirasi. Tapi aku tak terlalu mengerti. Ini soal keterlaluan, dimana mereka terlalu pintar, dan aku terlalu bodoh. Kubaca kembali kitabku, sebuah potongan surat Albaqarah ayat 22; "Dialah yg menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu.." Firasyi atau hamparan, Tuhan apakah artinya ya? Otakku makin dungu saja. Tapi Kau menyuruhku selalu berpikir bukan? Oleh karena itulah aku tak pernah menyerah pada kedunguanku. Apakah dengan kata firasyi itu menerangkan bahwa bumi itu memang datar? Karena biasanya sesuatu yg terhampar berada di tempat yang datar. Tetapi tidak sepert itu juga, sebab sesuatu yang datar itu tergantung posisi tubuh dan mata kita saat melihat. Bisa saja sebuah jurang terlihat datar bila posisi tubuh dan mata kita sejajar dengan jurang tersebut. Hm…, kembali ke pikiran awal, sepertinya bumi itu bulat. Ah, aku memang bebal. Aku sebal. Kepalaku mulai sakit. Nyut… Nyut.. Nyut… Aku tahu, tak ada surat dalam kitabku yang menyuruhku berhenti berpikir. Sebuah ayat dalam Al-Quran tidak bisa diartikan secara gamblang seperti membaca komik anak-anak. Kita membutuhkan kontemplasi yang tinggi. Tuhan apakah Firasyi itu? Apakah Kau juga tidak tahu? Bukankah Kau yang menciptakannya? Dan kata guru sekolah agamaku, Kau itu yang Maha Tahu. Tetapi aku mengerti, seorang guru yang baik tak akan memberikan jawabannya dengan mudah pada muridnya. Begitu juga dengan Kau. Kau menyuruh kami berpikir, agar kami menjadi pintar bukan? Dan lulus lalu mendapatkan gelar. Dan sebaik-baiknya gelar di hadapan-Mu adalah taqwa bukan? Dan taqwa itu bukan hanya taat beribadah, tanpa memikirkan segala penciptaan-Mu. Taqwa itu adalah ketika kita saling memahami. Kau selalu memahamiku, dan dalam hidup ini giliranku yang memahami-Mu. Memahami segalanya tentang-Mu, termasuk memahami kenginanMu. Selain beribadah, Kau ingin aku berpikir. Baik, Tuhan aku akan berpikir lagi. Firasyi atau hamparan itu mungkin tak menerangkan bumi datar. Bisa saja hanya menerangkan sebagai lantai tempat kita berpijak di bumi ini, karena lanjutan dari surat Albaqarah ayat 22 itu adalah "dan langit sebagai atap.." Atap itu adalah bagian dari rumah, dan di bawah atap itu ada lantai. Lantai itu sebagai hamparan atau firasyi bagi kita. Jadi kalau secara utuh, Tuhan itu menggambarkan jagat raya ini sebagai rumah bagi seluruh makhluk hidup. Bila sebagai rumah, kucoba naik ke atap (=Langit) untuk melihat lantaiku (=Bumi), dan ternyata memang berbentuk hamparan atau firasyi. Hmmm…., bumi itu datar (Maaf aku plin-plan, tapi itu bukan sebuah jawaban akhir dari pertanyaan ini). Aku masih penasaran, aku pun pergi ke luar (=Angkasa luar). Ternyata dari luar, bentuknya tidak lagi datar, melainkan kotak dengan segitiga di atasnya. Hingga sampailah aku pada kesimpulan yang goblok dan amat sederhana bagi umurku yang ke 19 tahun di tanggal 24 Oktober nanti (Hanya informasi, tidak mengharapkan kado. Cukup doa aja sekalian barang atau makanan yang bisa dikirim ke alamat rumahku. Itu cukup membahagiakan kok). Jadi, kesimpulan dari otakku yang dungu adalah bumi itu terlihat datar bila kita yang melihatnya berada di langit, misalnya bila berada dalam pesawat. Dan bila kita pergi ke angkasa luar, maka bentuknya tidak lagi datar. Mungkin memang benar bulat, bisa juga kubus, bisa juga balok. Bahkan, bisa juga seperti lope, kue balok, kue bandros, atau apa saja terserah imajinasi Anda. Haha.. (sebab saya pun tak tahu bila melihat planet ini dari angkasa luar). Yang terakhir adalah betapa besarnya Kekuasaan Tuhan menciptakan rumah ini beserta seluruh isinya, tempat seluruh makhluk hidup memulai dan mengakhiri nafasnya. Juga tempatku bersujud, termasuk mensujudkan pikiranku tentang semua hal ini. Wallahu ‘alam.

Catatan Kepergian

05.45, keberangkatan menuju kota yang dilulur dingin, seperti wajahmu. Tidak, bukan wajahmu, mungkin hatimu. Barangkali butuh cinta atau sayang sebagai penghangatnya. Itu pun bila kau punya, bila tidak maka kuberikan untukmu secara gratis, seperti perjalanan ini. Perjalanan yang membuatku merasa bukan siapa-siapa, bukan apa-apa. Mungkin juga dalam hatimu, aku bukan siapa-siapa, bukan apa-apa. Tapi aku tetap mencintaimu, juga perjalanan ini. Seperti jarak yang tetap dicintai para musafir, meski membuatnya lelah dan lapar. Sebab kau tahu, dalam jarak ada keikhlasan dan pengorbanan. Ada juga waktu yang membuat kita harus sabar menunggu untuk berangkat atau pulang. Antara keberangkatan dan kepulangan, selalu ada rindu yang menuntunku. Kau tahu kenapa? Agar aku tak tersesat di setiap perjalanan, tak tersesat juga ke lain hati. Dan kerinduan itu juga yang membuat senyummu menjadi pengobat rasa lelah, menjadi sebotol air saat haus, menjadi sepiring nasi saat lapar, bahkan menjadi kompas saat aku lupa arah. Ah, apakah tulisanku terlalu mendayu seperti lagu cinta yg lawas? Rasanya tidak bila kau membacanya dengan perasaan, bukan pikiran. Sebab alur pikiran terlalu kaku untuk mengikuti bentuk sebuah perasaan. Begitulah kataku, seorang remaja yang ingin jadi ilmuwan cinta, namun tak pernah lulus mendapatkan gelar sarjana.

Selamat Pagi Facebook!

     Selamat pagi juga facebook, kau sungguh perhatian. Bila kau berupa dan berjenis kelamin perempuan, maka aku cinta padamu. Kubayangkan kau mempunyai paras yang cantik; mata yang berbinar, gigi putih bersih, tinggi semampai, hidung mancung, dan pipi yang lesung. Tetapi apakah artinya cinta bila kita tetap menjadi pendosa? Bukankah cinta itu murni, itu bersih, itu tinggi (Kata sebaris lirik lagu yang pernah kudengar, tapi tak kuhapal secara utuh). Apakah memang kita semua terlahir sebagai pendosa? Kau ingat cerita tentang Adam dan Hawa yang diturunkan ke bumi? Mereka saling mencintai, tapi tetap saja sebagai pendosa. Cinta dan dosa memang tak bisa dipisahkan, hampir menjadi satu kesatuan. Kau cemburu? Kau dendam? Kau sakit hati? Apa yang melatarbelakanginya? Cinta. Lantas cinta yang mana yang kau sebut murni, bersih, dan tinggi? Kukira lirik lagu itu tidak salah. Cintamu murni ketika kau tujukan pada Tuhanmu, dan Tuhanmu mencintaimu, sehingga terampunilah segala dosamu. Aku tak tahu ke mana arah pembahasan ini. Aku hanya sedang sakit kepala, dan gusiku bengkak. Andai Facebook tahu, pasti kau mengucapkan 'semoga lekas sembuh'. (MR. Maskur, 2017)

Catatan Nakal Minggu yang Biru

     Tubuhku sudah lama tak berolahraga, beberapa minggu ini terlalu lama duduk dan menatap komputer. Kering, lemas, dan kurus--perlu penyegaran. Prawatasari di hari minggu memang terbiasa menyambut keramaian--menyambut kegembiraan dan tak sedikit kesedihan orang-orang di kota kecil ini. Dan tensi darahku di pagi itu ternyata rendah, dan memang selalu rendah. Aku memeriksanya di tempat tensi gratis, dan yang memeriksanya adalah seorang wanita cantik (aku tidak sengaja memilihnya, mungkin hanya kebetulan saja. Kebetulan yang sengaja kubetul-betulkan). Dia memang cantik, sorot matanya bening, dan senyumnya cukup membuatku tidak makan selama seminggu. Senyumnya masih kusimpan, agar suatu waktu bisa kukenali lagi wanita itu. Wanita yang berulangkali mencari denyut nadiku di tengah musik orang-orang yang senam. Seharusnya itu bukan masalah, karena dia memakai stetoskop. Tetapi dia tetap mengatakan tidak bisa menemukan denyut nadiku. Mungkin dia yang terlalu gugup, ataukah aku? Ah itu bukan masalah. Tidak apa-apa dia tak menemukan denyut nadiku, biar tanganku dipegangnya dengan lama. Neng, kusembunyikan denyut nadiku di degup jantungmu, dan pipimu yang merah merekah.
Cianjur, 05 Februari 2017

Ada Kenikmatan dalam Keterlambatan

     Aku seringkali terlambat, entah itu ke sekolah, kantor, atau ke rumah teman. Tapi percayalah selalu ada kenikmatan Tuhan di sela-sela keterlambatan itu, aku selalu menemukan hal-hal puitis dalam keterlambatan itu. Menemukan berbagai inspirasi,dan menemukan hal-hal lainnya di banding orang yang tepat waktu. Selalu ada kekuatan yang membuat orang bekerja ekstra keras di sela keterlambatan. Fabiayyi aala irobbikuma tukadziban. Bagi saya sendiri keterlambatan itu kenikmatan, saya tak bisa mendustakannya, ini nikmat Tuhan. Ini seperti candu, kita tidak boleh mengkonsumsinya dalam dosis berlebih. Tapi tidak semua keterlambatan itu mempunyai kenikmatan. Kenikmatannya itu ketika kita tahu hikmah dalam setiap masalah, termasuk keterlambatan. Begitu baik Tuhan, senantiasa menghadirkan kenikmatan dalam masalah sekalipun. Karena baiknya Tuhan, kita jangan sering terlambat ketika diperintah olehNya. Kalau sesama makhluk, terlambat sedikit tidak apa-apa, paling dimarahi. Tapi keterlambatanku sudah mencapai titik kejenuhan. Sekarang, aku ingin menjadi orang tepat waktu. Tapi entahlah, terkadang waktu tak menepatiku.

Berdamailah Rasa Sakit!

    Aina, aku sedang berdamai dengan rasa sakit. Negeri ini pun sama, ia sedang sakit, terbaring dalam tidur panjang. Sedang orang-orang tidak mencintainya, malah saling curiga atau buruk sangka. Mereka durhaka. Saling membakar dalam sosial media, inilah wabah bencana dunia maya. Sisa kehancuran bisa kita lihat di kolom komentar yg teramat memilukan. Peperangan antar umat beragama adalah arena adu domba. Dan nafsu kita adalah orang di belakangnya. Berhentilah menuduh! Kenapa kita tidak mengabaikan hal yg bisa menimbulkan perdebatan, kenapa kita tidak berbicara untukmu agamamu, dan untukku agamaku. Sebab perbedaan keyakinan tak akan pernah bisa disatukan. Aku mewarisi keislaman keluargaku, tapi dalam proses usia, kita mulai berpikir siapa Tuhan kita sebenarnya, kita akan kembali menjadi Ibrahim yg mulai mencari ketauhidan. Saat itulah orang akan memilih untuk siapa dan untuk apa mereka hidup. Aina, aku bertanya, apakah Tuhan memintamu membelaNya? Sedang kau lemah dan Tuhan Maha Kuat? Apakah Tuhan mengumpulkan orang-orang sebagai simpatisan untuk melindungiNya? Tidak Aina, justru Tuhan yg melindungi kita semua. Aku bilang Tuhan tidak perlu dibela, yg harus kita bela adalah kebenaran yg kita percayai sebagai keyakinan. Bumi ini sudah tua, sudah melewati berbagai kebenaran yg diyakini setiap penganutnya, jangan heran bila beda mata, beda pula pandangan tentang kebenarannya. Tapi pasti ada satu garis yg sama, yg harus kita tarik dari zaman ke zaman, yaitu kebaikan. Berbagai agama pasti menganjurkan kebaikan, bukankah kerukunan bagian dari kebaikan juga? Aina, kenapa orang-orang selalu berselisih dan berkelahi? Walaupun berbeda, kenapa mereka tidak membangun kebaikan bersama-sama yg diajarkan orang pendahulunya? Mungkin itu karena kebenaran yg mereka perjuangkan telah lepas dari kebaikan. Tuhan tidak perlu dibela, barangkali Dia marah melihat kelakuan kita.
Aina, aku sakit, tidak bisa berdamai dengan sambal terasi, pete, dan ikan pindang yg menggoda.
(MR. Maskur, 2017)