Translate to your language

Wednesday, January 16, 2019

Power Rangers dalam Pesta Demokrasi


Menjelang pesta demokrasi, cuaca di sekitar jadi memanas. Bukan karena suhu matahari semakin tinggi, kepanasan ini bermula dari mulut dan telinga yang terbakar. Perbedaan persepsi dan argumentasi yang digesek-gesekan juga ikut menyumbang panas di musim politik seperti sekarang. Hanya orang yang menyimpan otaknya di dalam kulkas yang benar-benar dingin. Sedingin perkataan, "Oh..." dan "Hmmm..."

Ada juga yang sama-sama menjadi bara, tidak mau kalah panas. Saling melesatkan kabar-kabar buruk demi memenangkan calon yang diusungnya. Ini bukan hal yang aneh, toh cara menyampaikan dan melumpuhkan lawan itu beda-beda. Dan masing-masing calon juga mempunyai cara berbeda dalam melakukan personal branding.

Personal branding menjadi hal yang paling fundamental dalam menentukan pilihan. Dan semua itu terlihat ketika seorang calon pemimpin melakukan kampanye, entah itu berpidato atau berkomunikasi langsung pada masyarakat. Ketika berpidato, kemampuan bahasa verbal dan non verbal seorang pemimpin diuji, dan yang perlu diketahui adalah bahasa non verbal sangat besar pengaruhnya dibanding bahasa verbal. Hal ini telah diteliti oleh Albert Mehrabian, seorang psikolog dari Amerika, dan hasil penelitiannya menunjukkan peran bahasa non verbal sebanyak 93 % yang terdiri dari bahasa tubuh 55 % dan intonasi 38 %, sementara kata- kata (verbal) hanya memiliki pengaruh sebanyak 7 %

Bukan hanya kemampuan berbahasa, kemampuan menganalisa dan mencari solusi konkret juga menjadi momok utama para calon pemimpin. Tidak hanya memberi kritik, tetapi juga menyertakan solusi yang konkret tentang masalah yang sedang terjadi. Seorang pemimpin adalah seorang yang visioner, seseorang yang mempunyai mata untuk memandang lebih jauh ke depan. Jadi, bukan pemimpin kalau tidak menanam harapan di hati rakyatnya. Tetapi kalau belum juga tumbuh di kemudian hari, maka jangan sebut pemimpin lagi, sebut saja pemimpi—tanpa huruf ‘n’.

Seni komunikasi persuasif patut dimiliki seorang calon pemimpin untuk mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya. Seni komunikasi persuasif ini juga harus bisa mempengaruhi pikiran sadar dan pikiran bawah sadar seorang calon pemilih, agar pilihan mereka bukan berdasarkan paksaan atau ikut-ikutan.

Fakta yang menarik adalah apa yang diungkapkan oleh Sandy Mac Gregor dalam Peace of Mind, bahwa pikiran sadar kita hanya mempengaruhi atau berperan dalam hidup kita sejauh 12%, sementara pikiran bahwa sadar memiliki pengaruh dalam hidup kita, dalam perilaku kita sebesar 88%. Beberapa perbedaan mendasar antara pikiran sadar dan pikiran bawah sadar : pikiran sadar hanya mampu menerima 5-9 informasi-pikiran bawah sadar tak terbatas, pikiran sadar merupakan memori jangka pendek-pikiran bawah sadar adalah memori jangka panjang, pikiran sadar bersifat logis analisis-pikiran bawah sadar bersifat intuintif sintetis, pikiran sadar menangkap kesan terbatas-pikiran bawah sadar menangkap kesan secara detail. Diantara pikiran sadar dan pikiran bawah sadar, terdapat sebuah system filter, yang disebut dengan RAS (Reticular Activating System) yang bertugas menjadi penyaring semua informasi yang diterima pikiran sadar kita melalui lima indera kita, agar tidak semua informasi tersebut masuk dan tersimpan dibawah sadar kita, sehingga otak kita tidak hang alias tetap waras. 

Hal yang perlu diperhatikan dan dihindari oleh seorang calon pemimpin adalah demagogi politik. Karena hal itu bisa menyulut emosi rakyat, hingga menimbulkan disintegrasi antara dua kubu. Sebagaimana pesta, kita semua harus berbahagia, tidak ada yang merasa terhina, tidak ada yang saling menodongkan buruk sangka. Kita sendiri harus menikmati demokrasi ini sebagai ajang membangun kekeluargaan, bukan peperangan. Pada akhirnya kedamaian akan selalu menang, seperti menangnya Ultraman atau Power Rangers  dalam mengalahkan monster-monster jahat yang turun ke muka bumi.