Translate to your language

Wednesday, September 9, 2015

Hakikat Cinta

Hakikat Cinta

            Mungkin setiap orang mempunyai pengertiannya sendiri tentang cinta dengan pemahaman dan cara pandang yang berbeda. Inilah yang membuat cinta sulit didefinisikan, karena sifatnya yang abstrak dan bebas ditafsirkan sesuai cara pandang tiap individu. Jika kita melihat cinta dari sudut pandang islam, maka cinta bersumber dari satu titik, yaitu Allah SWT. Karena Dialah yang Maha Pemberi atas semua nikmat ini, cintanya tak pernah mengkhianati meskipun kita sebagai hamba sering mengacuhkan kasih sayang dan rahmatNya. Singkat kata kita sering kufur nikmat. Bila kita ibaratkan, maka cintaNya serupa pohon yang rindang dan berbunga sepanjang masa. Dan ketika kita duduk di bawahnya, maka hembusan nafas pohon itu mampu menembus hati atau menyejukan kalbu, sebab dari sanalah semua cinta bermula dan bermuara.
            Cinta bergerak dari satu titik ke titik yang lain. Cinta pertama kita adalah Allah SWT. Dan karena kasih sayangNya yang begitu besar. Maka Dia hadiahkan cinta yang lain pada kita, yaitu kedua orangtua. Cintanya hampir sama dengan Sang Khalik. Sebab kita pernah tahu, bahwa ridho Allah ada pada ridho orangtua. Cinta orangtua tak akan pernah terbalas, karena serupa air yang menyusui bumi, mereka tak pernah mengharapkan balasan. Cinta mereka mengalir dari waktu ke waktu. Dan dari merekalah kita harus belajar tulus mencintai. Kasih sayang dan cinta orangtua yang melimpah dari sejak kita membuka hingga menutup mata, dari sejak lahir hingga kembali ke rahim bumi adalah harta dan anugerah terbesar yang dimiliki seorang anak. Maka bahagiakanlah orangtua selagi bisa, sebelum senyumnya hilang menuju cinta pertama yaitu Allah SWT. Karena kita tak tahu kapan Dia akan mengambil kembali milikNya.
            Kemudian cinta bergerak lagi menuju titik yang lain. Titik yang timbul karena adanya rasa saling ketertarikan, yaitu cinta seorang lelaki pada seorang wanita ataupun sebaliknya. Terkadang para remaja menganggap cinta ini segalanya. Mereka bisa memikirkan pasangannya berjam-jam tanpa tidur dan makan, mereka bisa menangis sepanjang malam, mereka bisa bunuh diri sesuka hati, dan masih banyak lagi hal-hal luar biasa bahkan gila yang disebabkan cinta. Padahal kadar cintanya menduduki posisi paling rendah dibanding kedua cinta di atas. Tetapi karena adanya dorongan psikologis dari dalam, maka cinta ini terlihat lebih kuat dan lebih dominnan muncul dari dalam diri seorang remaja. Ditambah lagi dengan kelabilan dan keegoisan yang terkadang muncul. Di sisi lain, cinta ini menambah pengalaman hidup seorang remaja. Namun dapat membahayakan dan mengancam hidup juga bila terlalu banyak menyimpang dari norma. Hubungan cinta ini dinamakan pacaran. Lantas kenapa islam melarang kita untuk berpacaran? saya tidak akan menjawab dengan menggunakan hadist dan keterangan Alquran, sebab semuanya sudah jelas bertebaran. Saya akan mengemukakan jawabannya dari sisi psikologis kemanusiaan. Pada tahap remaja ini, hormon-hormon sedang berkembang dan impuls seks juga sering keluar. Dan dalam kondisi seperti itu, remaja yang berkejiwaan labil masih sulit mengendalikan. Apalagi bila sedang berhadapan ataupun berdekatan dengan lawan jenis, maka akan sangat rawan dan bahaya. Maraknya seks bebas adalah salah satu akibatnya.
            Tentunya yang diidam-idamkan para remaja dalan menjalin hubungan adalah mencapai cinta yang sempurna. Namun sebenarnya cinta yang sempurna tidak akan pernah tercapai bila kita mewadahinya dalam pacaran. Cinta yang sempurna akan datang saat kejiwaan manusia sudah matang. Menurut Robert Sternberg, cinta yang sempurna dibangum dari 3 komponen yang seimbang. 3 komponen tersebut terdiri dari keintiman, gairah, dan komitmen. Keintiman meliputi seberapa dekat kita dengan seseorang hingga timbul keinginnan untuk membina hubungan. Gairah lebih mengarah pada dorongan dari dalam yang bersifat seksual. Dan komitmen berupa keputusan secara sinambung untuk menjalankan kehidupan bersama. 3 komponen itu harus seimbang, bila seimbang maka cinta yang sempurna bisa tercapai. Dan pernikahan yang matang adalah salah satu cara untuk mendapatkannya, bukan pacaran. Sebab semua remaja tidak bisa menyeimbangkan semua komponen ini. Keintiman akan sulit tercapai, karena para remaja mudah sekali bosan dalam membina hubungan. Gairah akan sulit diwujudkan, karena semua tindakan yang bersifat seksual dibatasi norma yang berlaku. Komitmen akan selalu goyah, karena kepribadiaan yang masih labil. Jadi kesempurnaan cinta itu sulit didapat saat remaja. Adapun yang memaksakan, maka akan terjadi kehancuran dalam hidupnya sendiri. Sebagai contoh, gairah yang terlalu dipaksakan akan mengarah pada perzinahan. Oleh karena itulah, islam melarang kita pacaran. Dan percayalah akan Qadha dan Qadhar Allah, bahwa jodoh sudah menunggu kita di pintu masa depan. Agama islam adalah agama yang sesuai dengan sisi kemanusiaan. Cinta yang sempurna saat ini adalah cinta yang diberikan Allah dan orangtua kita sendiri.
            Dan bila sekarang kalian sedang galau, maka bangkitlah! sebab kalian sudah membuang waktu berharga dalam hidup kalian untuk orang yang belum pasti menjadi pendamping atau jodoh kalian! sedangkan secara tidak sadar kalian juga sudah mengabaikan kasih sayang dan cinta yang besar dari orang-orang terdekat, terutama orangtua kalian. Jangan takut kehilangan seorang pacar, tapi takutlah ketika kehilangan Allah dan orangtua kalian.
            Seperti yang saya tulis di awal, cinta bermula dan bermuara pada Allah SWT semata. Dan kita tahu, sebaik-baiknya cinta ketika kita bisa mencintai seseorang karena Allah SWT. Karena ketika di padang mahsyar nanti, Allah SWT menghadiahkan kesejukan bagi mereka saat orang lain kepanasan dan ternggelam dalam keringatnya sendiri.
Hakikat cinta dalam kehidupan ini bila digambarkan maka akan membentuk sebuah segitiga. Dari satu sudut ke sudut yang lain saling berhubungan. Tetapi bila kita urai dari awal, maka hakikatnya semua cinta berawal dan berakhir di titik teratas, yaitu cinta Allah SWT. CintaNya selalu tercurah pada kita, tetapi apakah cinta kita selalu tercurah padaNya? CintaNya selalu ada setiap waktu untuk kita, tapi apakah cinta kita selalu ada setiap waktu untuk memenuhi panggilanNya (Sholat fardu)? Cintanya selalu memberikan segalanya untuk kita, tapi apakah kita pernah memberikan segalanya untukNya? Mari kita renungkan, sebab kapan lagi kita akan membalas untuk mencintaiNya. Hidup hanyalah sebuah jembatan, begitu tak terasa dan sangat singkat. Ajal mengintip kita dimana-mana. Hanya dengan mencintaiNya, maka kita bisa menikmati hidup, juga selamat dunia akhirat.

                                                                        Cinta pertama (Allah SWT)

 






                           Cinta ketiga (Jodoh)                                      Cinta kedua (Orangtua)

Demikianlah artikel saya, semoga bermanfaat. Kebenaran hanya datang dari Allah SWT, dan kesalahan juga kebodohan selalu muncul dari saya selaku hambaNya. Wallahualam.


DALAM HORISON KAKILANGIT



     Puisi-puisi dibawah ini, aku tulis beberapa tahun lalu, saat duduk di bangku SMP dan SMK. Serupa bernostalgia kata, terimakasih kepada majalah horison kakilangit yang telah menerbitkan serpihan-serpihan puisiku

Tangis Gerimis
(Dimuat di majalah Horison Kakilangit edisi oktober 2014)

Di lengang jalan, kita pernah mengasuh tangis gerimis.
Menyusuinya dengan puting sepi malam ini.
Remang cahaya berteduh di ujung jalan.
Sedang kecup bibirmu malah ikut turun mencipta percik api
yang kembali menyulut sunyi. Dan pelukmu berkemah dalam batinku.
Kamar yang Kau sediakan bagi kesepian.

Cianjur, 2014


Persinggahan Hujan
(Dimuat di majalah Horison Kakilangit edisi oktober 2014)

Ada saja yang ditinggalkan hujan lebat semalaman
jejak-jejak liar rintiknya dituntun terang lampu
memasuki jendela dan pintu
merasuk pada hangat tubuhku

diluar terlalu panas untukmu
diamlah sejenak, berikan sedikit sejuk
bagi kemarau batinku

cianjur, 2014



Perkampungan Terakhir
(Dimuat di majalah Horison Kakilangit edisi oktober 2014)

ruap kopi mencipta burung
yang terbang dari ubun-ubun embun
dingin merekah bersama kabut
juga rambut cahaya
yang saling merajut
cerita dan do'a

di sepanjang jalan, padi menguning
di kening matahari
gemericik air membawa nafas gunung
melewati ratusan wajah pohonnan
yang masih tabah berdiri
di antara perkampungan kami

ratusan capung merebut bayang senja
dari dekapan adzan dan pesawahan
kepak anak-anak mulai memasuki
surau, membuat sujud serta ruku
di sarang waktu

namun semua hanya bayang dari asap cerutu
yang dikirim masa lalu
menuju jantung ingatanku
denyutnya terasa hidup kembali

Tuhan, masih adakah perkampungan lain
untuk peristirahatanku?

Cianjur, 2014



Nyanyian Hujan
(Dimuat di majalah Horison Kakilangit edisi oktober 2014)

Rambut pohon basah tergerai di bahu jalan, disibak angin
lalu jatuh jadi anak gerimis yang menyusul induknya tadi.
Cahaya bertengger di atas dedahannan, terangnya meremang
serupa kunang-kunang.
Warna aspal semakin mengekalkan malam, sehabis keramaian
berteduh di emperan pertokoan dan rumah makan.
Aku berjalan bersama kesunyian, dan kembali mencari
kenangan yang sempat mampat di selokan.
Banjir melarungkan apa saja yang dilaluinya, kecuali puisi
yang masih disimpan jalan dari taman sampai pertigaan ini
Dingin menggigilkan apa saja yang dilewatinya, kecuali puisi
yang merekam serak nyanyian hujan di antara tumpukan kata,
cerita,
cinta,
duka,
dan
airmata
Sebelum kita hilang memasuki gang, 
dan saling mencari bayang,
;lengang

Cianjur, 2014




Parodi Kematian
(Dimuat di majalah Horison Kakilangit edisi april 2014) 

Di awal cerita, anak-anak telanjang bernyanyian mengarak tengkorak zaman
Sambil mengemil morfin, heroin,dan kokain
Lalu dibasuh anggur, wiski, dan bir

Mereka berlenggak-lenggok mengolok FirmanTuhan
darah, ludah, dan sunah dihamburkannya ke udara

Di lengan-lengan kegelapan, para remaja berdansa
menarikan cinta di tubuh pasangannya
Dan rahim wanita meludahkan potongan bayi
Sebagai ungkapan cinta dan bahagia

sedangkan, para manula tengah asyik memainkan tulang belulangnya
melempar telinga pada ceramah dan khotbah
sebelum usia berguguran
:mendekap tanah

lalu di akhir cerita, tubuh-tubuh mereka bergelimpangan menggigil
mendengar lengking seruling Isrofil
lalu panggung rubuh
matahari dan bulan runtuh
 ;semuanya meluruh
Dan pada-Mu bersimpuh


Cianjur, 2013




Tarian Api
(Dimuat di majalah Horison Kakilangit edisi april 2014)

Asap cerutu saling adu
hangatkan udara dan lagu
sedangkan beberapa botol anggur menganggur
jangan diteguk, sebelum tubuhmu remuk
bergoyang hamburkan uang pada tubuh molek biduan

Aduhai bohay!
pantat-pantat bergeliat bergulat di bawah todongan matahari
“Aki! Ayo hidupkan kembali sendi-sendi mati, sesaat lupakan nini. Aku tahu nafsumu meraung, tembus rok mini dan tubuh seksi para penyanyi.”

Matahari menari di atas kepala
Menyengat rontokkan keringat

Mari kita bakar tulang di ketukan gendang
Biduan terus bergoyang mendidihkan darah,
kumpulkan hujan rupiah

Yang tua dan muda
Saling menyulut di irama dangdut

Ayolah bergoyang, sebelum bumi digoyangkan!



Cianjur, 2013




Kolam Cahaya
(Dimuat di majalah Horison Kakilangit edisi april 2014)

Wajah bulan berlumuran cahaya
--memandikan mataku yang redup ditimpa kegelapan
Di langit, cahaya menggenang membuat kolam
Bintang-bintang berenang berpendaran
Bertaburan lafalkan asmaTuhan

“cahaya berdzikir mengalir, hinggap di jiwa gelap, menggenang dan berenang di kekeringan iman”, bisik angin sambil lirih bertasbih tepak telinga
Lalu do’a meriuh basuh tubuh--- dosa meluruh.

Cahaya dan do’a berenang bersama
Dalam kolam dan telaga



Cianjur, 1434 H



Negeri Dalam Lemari
(Dimuat di majalah Horison Kakilangit edisi juni 2013)

Lemarimu penuh kostum penyamaran, bau bangkai janji—jiji  pesing airmata dari kencing mata rakyatnya, bersembunyi di balik pewangi lemari.
Hukum berkostum  badut—menciut  di rupiah bermulut, menyamar jadi negeri banci pakai tengtop dan rok mini—mini nyali—mini ekonomi, kemeja dan jas menghias mata patriotik pengkritik politik berbatik korupsi dan masih banyak pakaian di lemari
Uang laci habis di gigit tikus rakus .penguasa lemari. Tetapi sayang semua terkunci di lemari, sehingga terlihat indah dan rapi


Cianjur,08/12/2012



Kampung 0
(Dimuat di majalah Horison Kakilangit edisi juni 2013)

I
Di nol
Kekosongan bawah tol atap mimpiku.Gemuruh derap langkah, putaran roda, mesin dan knalpot kendaraan injaki  tidur-tidurku. Ah, lagi-lagi nyamuk gemuk ngamuk! Namun kutidak bisa membunuhnya, sebab tanganku dungu tanpa lampu

Kau tahu, rumahku berdinding angin, lantai tanah yang kadang basah dan kering, sebab disinilah tempat pusara airmata—mata air kering di atas luka.Biarlah! Asal jalan memayungi atau sembunyikanku dari kejaran matahari dansepakan ratusan kaki
II
Di nol
Nominal rupiah, nasi berlari dari kekosongan perutku.Di kampong terinjak orang banyak inilah orang-orang senasib, sehidup, seatap setol, senol dan setolol hidupku.Semua harga nol nilainya, disini rupiah gugurkan angka, nol juga di mata pemerintah.Pasrah sajalah! Kusudah gerah di gairah kata-kata negeri ini, karena hidup atau mati di mulut-Nya.
Ya, kutenang saja!

III
Di nol
Kekosongan dari padatnya ibukota, membuat KTPku hilang entah kemana, mungkin di nol besar ulangan matematika parasiswa yang digambar tersenyum gurunya

Hujan liur mulut kota dan pandangan tanpamata. Terasa hina jala duka di jiwa-jiwa hampa.Usia-usiaku bulu di jiji ketiak banci, tumbuh memanjang di kolong tol, sudut rasa dankota. Apapun kata mereka, kata seperti bunyi,pasti berhenti barangkali berkali-kali di kali sunyi, mengendapkan rintihan hati

IV
Di nol
Kekosongan kulit bulu-bulu patung pancoran, bawahnya gigil kedinginnan.Sedangkan cahaya tersesat di gedung-gedung tua.Apakah mereka tidak tahu alamat kita?,mungkin karena kampong ini tidak ber-RT, ber-RW dan takbernama

Kampung dengan rumah dan atap satu selalu menderu. Ber-RT.0, ber-RW.0,dikekosongan kolong tol
Hidup dengan nol
Memang tolol!



Cianjur, 06/04/2012

Terror Anjing Nyai’Nining

Terror Anjing Nyai’Nining
(Dimuat di majalah Horison Kakilangit edisi agustus 2015)

Kampung ini sunyi, jalannan sepi seperti menjual diri pada pejalan kaki, tetapi tidak ada yang sudi membeli atau menapakkan kaki di pagi hari. Sebab matahari masih merangkak di rerumputan, bergelut dengan kabut. Sementara udara pagi terus mencumbu penduduk kampung di kasurnya, suara dengkur terdengar samar di beberapa kamar.
Matahari tidak lagi merangkak, ia memanjat ke tempat yang lebih tinggi. Bertengger di ranting pepohonnan. Namun pagi belum juga melepaskan taringnya, kampung masih sunyi seperti tidak berpenghuni. Padahal langit sudah mandi cahaya, ramai dengan burung-burung yang menjemur sayapnya.
Ternyata suasana pagi di kampung ini lebih panjang dari pada siang. Sebab hawa dingin di setiap pagi mampu melumpuhkan cahaya matahari—juga hangat ruap kopi. Tak heran, bila para penduduk tetap merunduk bersembunyi di bawah selimut lembut, karena udara tidak berhenti menyulut kabut.
Sekarang, hangat matahari membersit kulit. Para petani mulai merangkul sawah dengan cangkulnya—membuai helai-helai padi, para wanita mencuci bau baju di pinggir kali, dan para lelaki terduduk di kursi—menyelam ke dasar kopi.
Di bantaran kali, sepasang mata anjing menyala. Dan terlihat samar di balik semak belukar, wajahnya penuh luka dan seram serupa memendam dendam yang dalam.
“goug…goug…!”
“eihhh! Siah anjing! Eta kutang jeung cangcut rek dibawa kamana1?” umpat seorang ibu berlari mengekori anjing yang mencuri kutang dan celana dalamnya di pinggir kali.
Anjing itu sangat gesit berlari. Sedangkan si ibu tergepoh-gepoh heboh mengejarnya. Tetapi lari anjing itu serupa kabut, menghilang tanpa jejak di depan pintu hutan larangan.  Kini, si ibu tertegun sejenak. Tiba-tiba bulu kuduknya berdiri, dan kembali pulang berlari
“tulung! Aya anjing jajadén!2. teriaknya sambil berlari ketakutan menjauhi hutan larangan.
            Masyarakat meyakini hutan larangan itu adalah tempat para lelembut, pohon-pohon menjulang besar dan kekar banyak tumbuh disana, sebab sesajen selalu ada di depan mereka. Tidak ada yang berani memasukinya, kecuali jika diantar sesepuh kampung itu.
Menurut cerita yang tumbuh di mulut penduduk kampung, pada zaman dulu hutan itu dijadikan sebagai tempat pengasingan orang-orang yang dianggap sebagai sampah masyarakat, serta orang-orang yang mengidap penyakit menular dan bahaya. Di sini juga tempat orang-orang frustasi menjemput ajalnya sendiri.
Ada yang menjatuhkan tubuhnya dari puncak pohon tinggi, ada yang merobek lambungnya dengan runcing ujung bambu , ada yang membenturkan kepala dengan batu—sampai pecah dan belepotan darah, dan ada juga yang mencongkel matanya dengan reranting pohon berduri.
Bagi orang-orang frustasi biasanya mereka membawa tali dan menggantung dirinya sendiri di dahan-dahan pepohonnan.
Hutan ini selalu mengumandangkan gemerincing kematian. Mulut daun tidak berhenti menghirup aroma darah, bercucuran serupa getah. Tulang belulang mereka berserakan dimana-mana, dagingnya sudah lama hilang digerogoti cacing tanah.
Arwah mereka penasaran dan selalu bergentayangan. Oleh karena itu setiap malam jum’at sesepuh selalu memberikan sesajen kepada mereka, supaya tidak menggangu para penduduk.
Sekarang hutan itu sangat ditakuti masyarakat, sampai tidak ada yang berani untuk mendekat. Kecuali orang yang tidak tahu masa lalu hutan itu.
*
Pada suatu saat ada perempuan kota memasuki hutan untuk membawa anjing peliharaannya. Sesaat setelah itu terdengar jeritan, rintihan, kemudian suara orang meminta tolong dan gonggongan anjing, dengan selang waktu yang hampir bersamaan. Tetapi orang yang mendengarnya malah lari ketakutan. Orang-orang yakin perempuan itu sudah diculik atau dibawa penunggu hutan larangan. Sebab perempuan itu tidak pernah kembali.
Peristiwa ini terjadi sekitar 2 minggu lalu. Para keluarga korban, dan polisi yang diantar sesepuh sudah menyusuri hutan untuk mencari mayatnya, tetapi tidak ditemukan. Bahkan sesepuh pun sudah melakukan ritual: menyalakan dupa dan menghidangkan ayam camani, kopi hitam, cerutu, dan sesajen lainnya. Barangkali nining bisa dibawa pulang kembali, apabila memang dibawa dedemit3. Namun semua usaha sia-sia, nining tetap tidak ditemukan.
Nining adalah seorang mahasiswi yang sedang berlibur di rumah kakeknya. Wajahnya cantik dengan tubuh seksi yang selalu membuat mata pemuda terbelalak ke luar setiap kali melihatnya. Tak jarang banyak pemuda menggodanya tiap ia berjalan sendirian. Hampir semua pemuda kampung menyimpan hati padanya. Namun sayang kematiannya penuh misteri.
Ia biasa disebut nyai4 nining oleh kakeknya yang berdarah sunda, yaitu Ki Dahlan. Ia begitu sayang dan hati-hati sekali menjaga nining, sebab nining adalah cucu pertamanya. Kejadian yang menimpa cucunya membuat ia sangat terpukul.
Nining sangat mencintai hewan peliharaan. Setiap kali ia berjalan, anjing peliharaannya selalu setia menemani dan menjaganya. Tetapi sekarang, entah ke mana perginya anjing itu.
*
Malam di kampung ini sangatlah indah. Tetapi orang-orang jarang menikmatinya, saat ratusan kunang-kunang berpendaran di antara padi yang menguning—juga suara katak dan jangkrik yang berdialog, di bawah langit yang menumpahkan cahaya.
Tetapi masyarakat kampung tidak menyukai indahnya cahaya kunang-kunang malam. Mereka mempercayai bahwa kunang-kunang adalah jelmaan kuku orang yang sudah meninggal.
Tak heran bila anak-anak dan perawan di sana selalu memasuki rumahnya lebih awal, sebelum malam bertamu memberikan kegelapan. Sebab bagi mereka, setiap malam adalah kegundahan dan ketakutan, bukan keindahan.
“tah mad! Urang meunang5!”
Dengan asyiknya 3 pemuda di pos ronda, memainkan malam di tumpukan kartu reminya. Malam semakin gelap serupa ampas kopi yang mengendap di dasar gelas. Tetapi mereka sangat setia menikmati malam tanpa batas.
“goug! goug! goug!”
Sepasang mata anjing menerobos kegelapan. Dari jauh ia memandang dengan tajam para pemuda di pos ronda.
“lumpat mat! Aya anjing gélo! Lumpat6!”
“ah anjing jajadén! Modar siah7!”
Mamat kurang gesit memukulkan kayunya, cakar anjing lebih dulu mengacak-acak kulitnya. Ia terus meronta-ronta dan meminta tolong, tak ada satu orang pun datang ke sana. Wawan dan Ipang sudah berlari tunggang langgang dari tadi.  

Anjing itu tak memberi ampun, serangannya serupa orang yang sedang menguras dendam. Cakar dan gigitan bergantian menghunjam tubuh mamat yang terkulai lemas. Akhirnya ia kehilangan nafas, bercak darah melumuri sekujur tubuhnya.
*
            “aya mayit! Aya mayit!8. Teriak seorang kakek terperanjat melihat mayat mamat yang tergeletak berlumuran darah di pos ronda. Disusul bunyi kentongan memecah pagi yang baru saja menghidangkan nyala matahari.
            Sontak. Penduduk kampung berkumpul menyaksikannya. Pagi yang biasanya sunyi menjadi ramai karena penemuan sebuah mayat. Orang-orang saling berbisikkan, seperti dengung lebah yang terganggu kenyamanannya.
            Tanpa banyak bicara, ketua RT dan sesepuh kampung beserta warga lain mengurus jenazahnya. Sebab baunya sudah menelusup ke seluruh penjuru kampung. Kemudian mereka pergi ke rumah Iwan dan Ipang yang biasanya menghabiskan malam dengan Mamat, untuk meminta penjelasan.
            Mereka tercengang mendengar penjelasan Iwan dan Ipang, dan kembali pulang ke rumahnya dengan membawa wajah ketakutan melihat kematian mamat yang mengenaskan.
Setiap hari orang-orang mengurung diri di dalam srumahnya sendiri. Bahkan, Iwan dan Ipang tidak pernah memunculkan mukanya kembali setelah berlari dan meninggalkan mamat sendiri. Bahkan, mereka tidak ada saat upacara pemakaman sahabatnya.

*
            Setelah kejadian itu banyak wanita yang kehilangan pakaian dalamnya, dan beberapa nyawa pemuda melayang menyusul kepergian mamat.
            Warga mulai resah, dengan terror anjing itu. Semakin betah mengurung diri di dalam rumah. Ketakutan dan gelisah. Sesepuh kampung dan ketua RT tidak tinggal diam. Mereka mengumpulkan warga dan menyusun rencana untuk membunuh anjing itu.
            Sebelum subuh rubuh, mereka menyimpan beberapa pakaian dalam wanita di beranda rumah salah seorang warga. Lalu bersembunyi dan mengintip kedatangan anjing itu. Beberapa menit kemudian, anjing yang dinantikan datang tanpa gongongan. Tanpa banyak basa basi, mereka semua keluar dan mengejar dengan ramai-ramai.
            Golok, kelewang, parang, dan kujang sudah siap di tangan. Sebagian orang berhamburan keluar dari rumahnya dan berbaur dengan gerombolan. Gemuruh derap langkah meramaikan pemburuan.
            “weuy! Anjing jajadén rék lumpat kamana siah9!”
            “anjing gélo! Rék kamana ogé ku aing diuber10!”
            “anjing jajadén! Rasakeun heula seukeutna bedog aing11!”
            Mereka berteriak mengobarkan semangat. Anjng itu berlari dan masuk hutan larangan. Tak perduli, mereka terus mengejarnya. Walaupun harus menerobos hutan yang lebat dengan kematian.
            Tiba-tiba anjing itu berhenti dan terduduk manis di atas gundukan tanah yang ditutupi rerantingan kering dan puluhan pakaian dalam wanita. Mereka semua tertegun melihat tingkah laku anjing itu.
            “ah lila! Podaran anjing jajadénna!12. Ucap Ipang dengan penuh semangat
            “geuwat! Bisi kabur deui!13”. Susul Iwan sambil mengacungkan golok yang dibawanya.
Semua warga membuat lingkaran dan mendekat, mengurung anjing itu. Tetapi bau busuk dari balik gundukan tanah terlebih dahulu menyerang hidung mereka. Mereka pun menjauh sambil keherannan dan bertanya-tanya.
            “Nyingkah! Nyingkah! Engké heula14!”. Tiba-tiba Ki Dahlan berlari sambil berteriak dari belakang, membuka kerumunnan. Memecahkan suasana.
“aduh, ieu mah lain anjing jajadén! Ieu mah anjingna nyi’nining nu geus lila teu balik
sanggeus manéhna  tilar dunya15. ucapnya lirih sambil membelai dan memangku anjing itu.
Orang-orang tidak percaya dengan penjelasan Ki Dahlan. Yang mereka tahu anjing nyi’nining adalah anjing jinak dan lucu. Tetapi Ki Dahlan sangatlah yakin bahwa anjing itu milik nyi’Nining, sebab anjing nyi’Nining memiliki tanda yang tidak mungkin bisa disamakan dengan anjing lain.
Namun mereka tetap ingin membunuh anjing itu, karena sudah meresahkan warga kampung. Ki Dahlan tidak mengizinkannya, anjing itu satu-satunya kenangan yang ditinggalkan Nining.
Semakin lama berbicara di sana, semakin tajam bau bangkai menikam hidung mereka. Dan bau bangkai itu membuahkan rasa penasaran. Mereka pun menunda pembunuhan itu. Tetapi Iwan dan Ipang menghalanginya, dan terus membujuk warga untuk membunuh anjing yang telah mengambil nyawa sahabatnya.
Namun mereka lebih memilih untuk menumpaskan rasa penasarannya. Sebab anjing itu kini sudah tertangkap. Dan bila ingin membunuhnya, dengan satu ayunnan golok saja sudah cukup untuk merebut nyawanya.
Entah kenapa, kegelisahan dan ketakutan berlumut di wajah Iwan dan Ipang saat melihat beberapa orang mengambil cangkul dan menggali gundukan tanah tersebut.  
“ih! Mayit! Mayit16!”
Tiba-tiba mereka meloncat dari lubang penggalian, semua warga menghampirinya dan langsung memalingkan muka sambil mengucapkan istigfar.
Nampak mayat seorang perempuan utuh dan telanjang di dalam lubang. Kulitnya putih mulus dengan postur badan ideal. Dan rambutnya panjang tegerai menutupi buah dadanya.
Ki Dahlan berlari dan meloncat ke dalam lubang. Ia yakin mayat itu adalah mayat cucunya yang sudah lama tidak ditemukan
“gusti! Kunaon si nyai bet kieu maotna? Geus lila kuring néangan kamana-mana17”. Ucapnya sambil menjatuhkan airmata di rona wajah nining yang berbalut tanah.
“tah warga! geus kabuktian, anjing nyi’nining maokan cangcut jeung kutang lantaran manéhna nyaho yén majikanna buligir di jero taneuh18”. Ujarnya dengan nada keras dan tegas, airmatanya tidak berhenti berderai dan berjatuhan di mana-mana. Warga pun mengangguk dengan agak kebingungan.
“ki! naha atuh anjing jajadén éta bet nyerang jajaka kampung ieu?19. Teriak seseorang dari belakang kerumunnan.
“saha éta nu nyebut anjing jajadén? Ceuk kuring ogé ieu mah lain anjing jajadén! Ieu mah anjing nyi’nining nu satia ngajagaan incu kuring. Bisa waé, anjingna boga dendam ka para jajaka  di kampung ieu nu geus milampah kalakuan keji ka si nyai20!”. Jawabnya dengan marah sambil terisak-isak meratapi nasib cucunya yang malang. Ki dahlan tidak habis pikir, sebenarnya siapa yang telah melakukan perbuatan keji seperti ini pada cucunya. Geram dan dendam becampur di wajah sedihnya.
Ketika semua orang terbawa dan hanyut ke dalam suasana duka. Ketakutan dan gelisah seperti orang bersalah jelas telihat dan meluap dari wajah Iwan dan Ipang.
Semua orang merasa aneh dengan perilaku mereka. Gerak-geriknya seperti orang yang sedang menyembunyikan sesuatu.
“Goug! Goug! Goug!...”
Anjing nyi’nining tiba-tiba menyalak dan menyerang. Untung saja mereka bisa menghindar. Tetapi anjing itu malah mengejarnya.
“ampuuuun! Hampura nyai! Hampura!21
“ duh nyai kuring kaduhung! Hampura nyai!22
Teriak mereka sambil berlari seolah-olah melihat nyi’nining. Rasa bersalah seperti menghantui mereka.
“tuh jalma nu rumasa boga salah! Udaaaaag!23. Melihat kelakuan aneh mereka tiba-tiba Ki24 Dahlan berteriak.
Golok, kelewang, parang, dan kujang sudah siap di tangan. Sebagian orang berteriak dans saling bersahutan. Gemuruh derap langkah meramaikan pemburuan.
*          *          *
Cianjur., 2014
                                                                                   
Keterangan:                                                                                        17gusti! Kenapa si nyai begini matinya? Sudah lama
                                                                                                                   Aku mencari ke mana-mana
1eih! Kamu anjing! Itu kutang dan celana dalam saya mau        18nah warga! Sudah terbukti, anjing nyi’nining men-              
   dibawa ke mana?                                                                                 curi celana dalam dan kutang karena dia tahu ma-
2 tolong! ada anjing siluman!                                                             jikannya telanjang di dalam tanah
3dedemit: roh jahat                                                                             19kek! Kenapa anjing nyi’nining menyerang pemuda
4nyai: sebutan untuk anak perempuan                                              kampung ini?
5 nih mad! Aku menang!                                                                   20siapa itu yang menyebut anjing siluman? kataku ju-
6lari mat! Ada anjing gila! Lari!                                                            ga ini bukan anjing siluman! ini adalah anjing
7ah anjing siluman! Mati kau!                                                            yang setia menjaga cucuku. Bisa saja, para pemu-
8ada jenazah! Ada jenazah!                                                                 da kampung ini sudah melakukan perbuatan keji
9weuy! Anjing siluman mau lari ke mana kamu!                             pada si nyai
10anjing gila! Mau kemana pun aku akan mengejar!                 21ampun! Maaf nyai! Maaf!
11anjing siluman! Rasakan dulu tajamnya golokku!                  22duh nyai aku menyesal! Maaf nyai!
12ah lama! Bunuh anjing silumannya!                                           23itu manusia yang merasa punya salah! Kejar!
13cepat! Awas kabur lagi!                                                                  24ki: sebutan untuk kakek
14minggir! Minggir! Nanti dulu!
15aduh, ini bukan anjing siluman! Ini adalah anjing nyi’nining
     yang sudah lama tidak pulang setelah ia meninggal!

16ih! Mayat! Mayat!


Pencuri Diary Malaikat Atid

Pencuri Diary Malaikat Atid
(Dimuat di majalah Horison Kakilangit edisi desember 2013)


            Di pekarangan rumah, bintang berenang di kolam kosong, tanpa ikan.Di pinggirnya seorang bocah berumur 8 tahun tertunduk di todong bulan.Memikirkan kalimat yang tergenang dalam otaknya.
“….semua amal kita dicatat oleh 2 malaikat yaitu: malaikat Rakib yang bertugas mencatat amal baik, sedangkan Malaikat Atid bertugas mencatat amal buruk”.Demikian sebaris kalimat yang dikatakan gurunya. Kalimat itu terus berlarian di otak kecilnya, membentur dan keluar menjadi sebuah khayalan
“Malaikat Atid bertugas mencatat amal buruk?, selama ini aku mencuri, berarti tercatat di diarynya. Apa harus aku curi juga diarynya?, dan kurobekan supaya tak ada yang melaporkan perilakuku dan ayahku sebagai pencuri selama ini. Tapi kemana aku bisa mencari diary Atid? Apakah di Terminal tempat biasa kumasukkan tangan kecilku ke berbagai saku?”, begitulah kalimat polos dari khayal seorang bocah pencuri di sebuah Terminal, ia hidup bersama neneknya. Uang hasil pencurian, ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ayahnya meninggal 3 tahun lalu, setelah menurunkan ilmu copet kepada anaknya yang baru berumur 5 tahun dan sampai sekarang bocah tersebut meneruskan usaha ayahnya itu. Ibu dari anak ini pergi ke Jeddah, Arab Saudi, sebagai seorang TKW, namun 4 tahun lamanya belum pulang juga, dan tidak memberi kabar apapun. Mungkin hilang dimakan unta atau tersesat di lebatnya janggut orang Arab, tapi entahlah.Demikian pikirnya yang mengalir seperti air bening.Tanpa dosa.Lucu.
            Bulan terus menodongnya, tetapi dia kabur ke tempat pembaringan, bersembunyi di bawah sarung bekas almarhum ayahnya. Dan sekarang ia terlelap, setelah ditidurkan suara para cecak di kamar kecil beralaskan tikar. Namun bulan dan bintang terus membayang-bayanginya seperti seorang buronnan.
“nak, kau harus menghapus dosa-dosa ayah, ayah tak sanggup bila harus masuk neraka”. Bocah itu pun terkejut dan langsung bangun dari tidurnya.Tubuhnya mandi keringat dingin, bercampur bahagia dan sedih. Bahagia karena ia bisa bertemu ayahnya, walau dalam mimpi. Dan sedih, sebab ia kebingungan untuk mewujudkan keinginnan ayahnya tersebut. Sekarang, ia kesusahan untuk tidur kembali, sesekali menatap langit-langit kamar yang bocor dan mendengarkan jarum jam dindingnya berbalapan. Khayalannya tadi untuk mencuri diary Atid muncul kembali, dan sekarang ia bertekad untuk melakukannya. Demi ayahnya.
 Angin malam antarkan dongeng ke celah bilik rumah, sehingga ia tertidur kembali.
*     *  *

“Don! Cepat bangun!”.Suara nenek merambat cepat membangunkan Doni.
            Kemudian ia langsung berlari ke kamar mandi untuk sekedar mengusap wajahnya. Dan langsung memakai seragam sekolah yang dibeli dari uang hasil curiannya dari seorang perempuan berpantat padat dengan pipi dicat bedak tebal, dan dandannan menor, merangsang para preman untuk menarik kolor. Setelah memakai baju,ia langsung menalikan sepatu bolongnya dan bergegas ke sekolah dengan perut kosong. Sakunya hanya berisi sekeping uang logam 500,00. Entah cukup untuk apa uang sebesar itu di zaman sekarang, tetapi ia selalu menerima apa yang ada  dengan keadaannya saat ini. Sebab, uang hasil curiannya kemarin, hanya cukup untuk mengusap perut nenek dan dirinya sendiri
            Doni duduk di bangku kelas 3 SD. Bukan, bukan bangku, lebih tepatnya ia duduk di lantai 3 SD, karena ia kehabisan bangku, dan terpaksa harus duduk di atas lantai. Atap kelasnya bocor dan dindingnya retak, seperti retak otak para pejabat botak yang tak memperhatikan mereka.Tidak apa-apalah.Yang penting mereka bisa menimbun cita-citanya, walau terkadang ada pembantaian dari runcingnya ekonomi yang semakin hari semakin menikam leher-lehernya dan juga ledakan harga pendidikan.Sehingga tak heran cita-cita mereka menjadi kuburan masal di jalannan, di kolong jembatan, dan sebagainya. Semua itu biasa adanya di negeri yang subur akan tangan-tangan yang tumbuh di atas kas Negara. Doni hanyalah pencuri kecil, di atas sana ada yang lebih besar daripada dirinya. Pencuri yang duduk di atas kursi, tanpa harus berlari, tapi hasilnya pasti. Bila ketahuan, ia tinggal menyumpal hukum dengan dompetnya yang berisi.
            Hari ini, waktunya pelajaran matematika. Angka-angka berkeliaran dimana-mana: merayap di otak dan berlarian di sepanjang urat mereka. Tidak pada Doni, dia terus memikirkan kejadian semalam, kadang terselang ratapan kesedihan nasibnya sekarang, karena tidak seperti anak lain yang selalu diselimuti kehangatan tangan kedua orang tuanya. Semua itu tergenang, membentuk telaga. Dan ia berenang di sana ;di telaga kesedihan. Tenggelam dalam penderitaanya sendiri.

“teng.. tong… teng…”. Bel istirahat berbunyi, membuatnya harus keluar dari telaga tersebut.Ketika keluar, matanya basah kuyup dengan airmata. Namun ia segera menghapusnya.
            Di waktu istirahat, teman-temannya asyik bercanda sambil memanjakan perutnya.Berbeda dengan Doni. Cacing-cacing menggelar demo di perutnya, namun uang di saku tak cukup untuk mengusir mereka. Ah, biarlah, mereka hanya rakyat yang berdemo di perutku, seperti yang sering kulihat, takkan kugubris meski menangis histeris, akan kutiru telinga tuli para pejabat negeri seperti di Tv, pikirnya. Doni hanya bisa pasrah dan menahan rasa laparnya. Sehabis waktu istirahat, ia akan diajak guru IPS-nya berjalan-jalan menuju panjangnya sejarah, pasti sangat melelahkan. Tetapi ia pantang untuk menyerah. Sungguh tekad yang kuat.
Perjalannan di mulai, ia jalani dengan senang hati. Seketika kelas itu sepi, berputar-putar di jarum jam.Menyimak sejarah.

“teng…tong..teng…tong…teng…tong!”, bel pulang pun berbunyi, penjelajahan di mulut Pak Guru berakhir. Waktunya pulang
            Sepulang sekolah, ia bersiap untuk meraba-raba saku para penumpang bus di terminal dengan perut kosong ia merangkak pulang ke rumah
“Assalamualaikum! Nek!”.
“iya Don, tunggu!” neneknya menjawab sambil menambal celana bolong Doni
“nek, doni lapar, pengen makan” merengek sambil menyimpan tas dan sepatunya
“aduhh.. Don, bakul kita sekarang kosong, nenek juga sama lapar, kamu yang sabar ya? andai masih ada Orangtua kamu, pasti tidak seperti ini! nenek tidak bisa berbuat apa-apa!” berbicara dengan nada pasrah sambil mengelus-ngelus kepala Doni
Ia tertunduk lesu sambil melangkah ke arah terminal “iya nek, Doni juga ngerti! Ya sudah, sekarang Doni mau nyari duit dulu buat makan ke terminal”
“kasihan anak itu, orangtuanya sudah tidak ada, dan hanya tinggal dengan neneknya yang tidak bisa berbuat apa-apa ini” sambil mengusap airmatanya yang berjatuhan serupa hujan yang dihalau angin
            Jarak rumahnya ke terminal cukup jauh, sekitar 5KM. ia berharap semoga di sana banyak saku-saku gemuk untuk penuhi meja makannya. Dan semoga di sana juga ia bisa mendapatkan diary Atid. Kaki mungilnya bergerak cepat menuju terminal.
Sekarang, ia sudah berada di antara keramaian para penumpang, tinggal membidik targetnya. Matanya terus mengintai setiap orang yang masuk terminal.Target ditemukan.Sasarannya seorang perempuan dengan dompet yang terlihat berisi dan muncul ke permukaan sakunya.Doni terus mengikuti perempuan itu. Hanya beberapa menit dompet itu pun ada di tangan dan langsung ia masukan ke dalam sakunya.Ia pun bergegas pergi menuju tempat yang sepi untuk membuka isi dompet tersebut. Akhirnya ia menemukan sebuah pohon rindang yang lumayan sepi. Dan ternyata isinya hanyalah rekening tagihan listrik dan air, dan 2 lembar uang 1.000,-. Doni menepak jidatnya.”apa-apaan ini kalo kutahu isinya cuman ini, dari tadi kubuang aja! Tapi gak papahlah uang 2000,- ini bisa kubelikan makanan!”
Doni berjalan menuju terminal kembali, karena tidak merasa puas akan hasil curiannya. Sesampainya di sana, ia kembali mencari mangsanya di antara desakan penumpang dan  teriakan kenektur bus. Terlihat seorang bapak tua mengenakan pakaian putih-putih dengan membawa buku kecil dan sebuah tas memasuki bus.  Doni mengira buku itu adalah diary Atid, ia langsung mengikutinya. Ia semakin semangat untuk mendapatkan curiannya kali ini. perlahan-lahan doni mengendap-ngendap di belakangnya.
Ketika bapak itu lengah, dengan cepat tangan kecilnya mengambil tas itu, namun bapak tua itu megetahuinya. Doni kaget dan langsung cepat berlari ke luar bus, di belakangnya bapak tua itu lari dengan terengah-engah. Doni terus berlari, namun bapak itutak ingin kalah dari Doni, meski tua,ia berlari begitu cepat.
“aduhhhh… aw!”, kaki Doni tersandung dan terjatuh. Iaterlihat ketakutan sekali, badannya menggigil, menahan rasa sakit kaki dan lututnya yang berdarah. Di hadapannya bapak tua serupa singa yang siap menerkam mangsa.
“akhirnya kena juga kamu bocah nakal!” sambil melototkan matanya ke arah Doni. Begitu seram matanya, merah menyala menatap kejam Doni.
“ampun pak, saya  terpaksa mencuri, karena saya sudah tidak punya orang tua. Ayah saya meninggal 3 tahun lalu dan ibu saya pergi ke Arab, tapi belum pulang juga! Ampun pak! Ampuni saya!”
“akh, sudahlah jangan banyak menyangkal! Kau memang nakal, harus dikasih pelajaran!”
“ampun pak! Ampun!”

Tiba-tiba di depan mereka lewat tukang Koran yang berteriak
“korupsi! Korupsi! Koran tentang korupsi sudah tertumpuk! Silahkan baca!”

“apakah aku harus memukul anak sekecil ini yang hanya merampok sebagian kecil hartaku, sedangkan dalam Koran itu korupsi menjamur memenuhi halaman” pikirnya dalam hati dan merasa iba kepada Doni, lalu bapak tua itupun membangunkan dan mengajaknya pergi. Doni merasa heran dengan perlakuan Bapak itu, tadi di matanya ia menyulut api, tapi sekarang mematikannya sendiri. Aneh.
Kemudian mereka berdua pergi ke sebuah warung nasi untuk mengadukan lidah dan menggulatkan giginya di sepiring nasi, bapak tua menyambar Doni terlebih dahulu
“nak, kenapa kau harus mencuri seperti tadi?”
“aku hanya meneruskan usaha ayahku pak!” sambil memenuhi rongga mulutnya dengan makannan, dan bapak itu hanya melihatnya dengan mata telanjang
“apa? Kau bilang meneruskan usaha? Ini bukan meneruskan usaha, tapi meneruskan dosa nak! Sudah jangan kau lakukan lagi!”
“kalau tidak diteruskan, lantas nenek dan aku mau makan apa?”
“carilah usaha yang halal, bila dengan cara ini kau memenuhi perutmu, kau hanya menambah dosa di catatan Atid!”
“apa? Bapak bilang Atid?Apakah bapak kenal dengannya?tau rumahnya?” pertanyaan Doni meluncur bertubi-tubi seperti menyerang balik bapak tadi.
Dengan lirih dan mata berbinar-binar bapak itu pun menjawab, “bagi orang beriman, siapapun pasti mengenalnya.Dia pencatat amal buruk manusia.Rumahnya berdekatan denganmu.Sangat dekat.Bahkan dia selalu tahu niat jahatmu!”
“yang benar pak? Aku ingin mencuri dan merobekan diarynya agar tidak ada yang melaporkan aku dan ayahku kepada Tuhan, dan karena ayah pernah berpesan kepadaku dalam mimpi untuk menghapus semua dosanya!”.kedengarannya memang hanyalah sebuah kalimat polos, namun dibalik kepolosannya ia mempunyai niat mulia, yaitu menghapus semua  dosa ayahnya.
“kau dapat dengan mudah mencuri dan merobekan diarynya, hanya dengan meminta maaf kepada Tuhan, menjauhi larangan dan mentaati peraturan-Nya, apakah kamu tahu bagaimana cara mengemudikan sejadah?. Ya, tentunya dengan do’a.Do’akanlah Ayahmu semoga dosa-dosanya dihapuskan.Carilah pekerjaan halal! Cepat habiskan makananmu!”
Doni termangu mendengar perkataannya, “baik-baik pak, saya akan melakukan apa yang bapak katakan!Terima kasih pak!”
Sekarang Doni merasa lega, serupa menjelma langit yang memuntahkan air dan angin pada bumi. Habis sudah makannan di depannya, ketika ia melihat kearah bapak tua tadi. Kedua matanya berlarian mencari sosok bapak tua itu, tapi tetap tak menemukannya, hanya melihat sebuah buku kecil dan uangnya yang tertinggal.
“kemana perginya bapak tua itu? Begitu cepat ia menghilang. Apakah dia malaikat Atid?Tapi kalau dia malaikat, kenapa dia tadi marah ya?kata Pak Guru malaikat tidak mempunyai nafsu. Atau mungkin malaikat masuk lewat matanya yang melotot tadi.Ah, entahlah! Sekarang kubayarkan saja uang ini kepada pemilik warung dan kubawa bukunya. Kalau nanti bertemu lagi, kukembalikan saja! Sebab ini bukan hakku!” demikian kata Doni mengakhiri pertemuannya. Sekarang ia sudah mengerti, dan tidak mau menjadi seorang pencuri lagi.Senja sudah terbingkai di kelopak mata.Ia melangkah pulang bersama sayap-sayap Atid yang merapuh di tubuhnya
*          *         *


Cianjur, 14 juli 2013