Translate to your language

Saturday, April 20, 2019

Distorsi Esensi Emansipasi Hingga Feminisme



Kalau bung Hatta bilang, biarkan aku dipenjara, asalkan bersama buku. Seharusnya perempuan zaman sekarang juga bilang, biarkan aku di dapur, asalkan bersama buku. Itu hanya gambaran sederhana bagaimana seorang
perempuan yang tidak ingin meninggalkan dapurnya, namun ingin mendapatkan hal yang sama seperti laki-laki dalam aspek pengetahuan.

Pada kodratnya, laki-laki dan perempuan tidak akan pernah benar-benar setara. Penciptaan manusia juga dilakukan secara patriarki, dimana laki-laki didahulukan, lalu diciptakanlah perempuan. Bila Tuhan menginginkan kesetaraan, maka mungkin Tuhan akan menciptakan keduanya bersamaan. Hari Kartini adalah hari peringatan orang-orang menggemakan emansipasi. Namun, bila melihat realitas masa kini, emansipasi yang dulu diperjuangkan itu telah mengalami distorsi esensi.

R.A Kartini memperjuangkan pendidikan sebagai hak dasar yang harus diterima oleh semua perempuan. Yang perlu digarisbawahi adalah hak dasar, bukan menuntut persamaan hak sepenuhnya antara laki-laki dan perempuan. Dari sana kontras perbedaan emansipasi dan feminisme bisa dilihat. Meskipun kalau dipahami selintas, dua hal itu terlihat sama.

Emansipasi yang dicontohkan R.A Kartini lebih mengorientasi pada hak-hak dasar, sedangkan feminisme adalah emansipasi yang lebih radikal; menuntut persamaan hak sepenuhnya dalam semua aspek kehidupan. Kalau menuntut kesetaraan sepenuhnya, harusnya tidak harus ada gerbong khusus perempuan, harusnya tidak ada toilet khusus perempuan, harusnya tidak ada kalimat perempuan lebih didahulukan dibanding laki-laki.

Tetapi karena dalam suatu aspek kehidupan terkadang hak perempuan diistimewakan atau berada di atas laki-laki, maka di suatu waktu juga perempuan lebih dihormati. Di sisi lain juga, perempuan berada di bawah laki-laki, semisal dalam rumah tangga. Yang dikhawatirkan bila feminisme atau emansipasi secara radikal terus digaungkan adalah perempuan juga bisa jadi kepala rumah tangga.

Sekali lagi, perempuan dan laki-laki tidak akan pernah benar-benar setara dalam semua aspek kehidupan, hal ini semacam kodrat yang tidak bisa didemo pada Tuhan. Yang dikhawatirkan lagi bagi seorang perempuan bila menuntun persamaan hak sepenuhnya dalam kehidupan adalah kamu harus mencari laki-laki, dan mengungkapkan perasaan atau melamar duluan. Jelas tidak ada perempuan yang mau, maka jangan lupakan kodrat sebagai perempuan.

Saling menghargai juga menghormati hak perempuan dan laki-laki adalah kesetaraan hidup yang sebenarnya. Selamat Hari Kartini! Habis gelap terbitlah terang bukan berarti kesiangan, tapi pikiran perempuan yang dulu masih gelap, kini harus semakin bercahaya serupa lampu milyaran watt yang tergantung di angkasa. Ya, minimal lima watt bukan menerangi keluarga. Bangunlah! Terus mandi, tidak lupa menggosok gigi, habis mandi tolonglah ibu, membersihkan tempat tidurmu! Ya benar! Revolusi berawal dari tempat tidur.

Cianjur, 2019