Menjelang pesta demokrasi, cuaca di sekitar jadi memanas. Bukan karena suhu matahari semakin tinggi, kepanasan ini bermula dari mulut dan telinga yang terbakar. Perbedaan persepsi dan argumentasi yang digesek-gesekan juga ikut menyumbang panas di musim politik seperti sekarang. Hanya orang yang menyimpan otaknya di dalam kulkas yang benar-benar dingin. Sedingin perkataan, "Oh..." dan "Hmmm..."
Ada
juga yang sama-sama menjadi bara, tidak mau kalah panas. Saling melesatkan
kabar-kabar buruk demi memenangkan calon yang diusungnya. Ini bukan hal yang
aneh, toh cara menyampaikan dan melumpuhkan lawan itu beda-beda. Dan
masing-masing calon juga mempunyai cara berbeda dalam melakukan personal
branding.
Personal
branding menjadi hal yang paling fundamental dalam menentukan pilihan. Dan
semua itu terlihat ketika seorang calon pemimpin melakukan kampanye, entah itu
berpidato atau berkomunikasi langsung pada masyarakat. Ketika berpidato, kemampuan
bahasa verbal dan non verbal seorang pemimpin diuji, dan yang perlu diketahui
adalah bahasa non verbal sangat besar pengaruhnya dibanding bahasa verbal. Hal
ini telah diteliti oleh Albert Mehrabian, seorang psikolog dari Amerika, dan
hasil penelitiannya menunjukkan peran bahasa non verbal sebanyak 93 % yang
terdiri dari bahasa tubuh 55 % dan intonasi 38 %, sementara kata- kata (verbal)
hanya memiliki pengaruh sebanyak 7 %
Bukan
hanya kemampuan berbahasa, kemampuan menganalisa dan mencari solusi konkret
juga menjadi momok utama para calon pemimpin. Tidak hanya memberi kritik,
tetapi juga menyertakan solusi yang konkret tentang masalah yang sedang
terjadi. Seorang pemimpin adalah seorang yang visioner, seseorang yang
mempunyai mata untuk memandang lebih jauh ke depan. Jadi, bukan pemimpin kalau
tidak menanam harapan di hati rakyatnya. Tetapi kalau belum juga tumbuh di
kemudian hari, maka jangan sebut pemimpin lagi, sebut saja pemimpi—tanpa huruf
‘n’.
Seni
komunikasi persuasif patut dimiliki seorang calon pemimpin untuk mengumpulkan
suara sebanyak-banyaknya. Seni komunikasi persuasif ini juga harus bisa
mempengaruhi pikiran sadar dan pikiran bawah sadar seorang calon pemilih, agar
pilihan mereka bukan berdasarkan paksaan atau ikut-ikutan.
Fakta
yang menarik adalah apa yang diungkapkan oleh Sandy Mac Gregor dalam Peace
of Mind, bahwa pikiran sadar kita hanya mempengaruhi atau berperan dalam hidup
kita sejauh 12%, sementara pikiran bahwa sadar memiliki pengaruh dalam hidup
kita, dalam perilaku kita sebesar 88%. Beberapa perbedaan mendasar antara
pikiran sadar dan pikiran bawah sadar : pikiran sadar hanya mampu menerima 5-9
informasi-pikiran bawah sadar tak terbatas, pikiran sadar merupakan memori
jangka pendek-pikiran bawah sadar adalah memori jangka panjang, pikiran sadar
bersifat logis analisis-pikiran bawah sadar bersifat intuintif sintetis,
pikiran sadar menangkap kesan terbatas-pikiran bawah sadar menangkap kesan
secara detail. Diantara pikiran sadar dan pikiran bawah sadar, terdapat sebuah
system filter, yang disebut dengan RAS (Reticular Activating System) yang
bertugas menjadi penyaring semua informasi yang diterima pikiran sadar kita
melalui lima indera kita, agar tidak semua informasi tersebut masuk dan
tersimpan dibawah sadar kita, sehingga otak kita tidak hang alias
tetap waras.
Hal
yang perlu diperhatikan dan dihindari oleh seorang calon pemimpin adalah
demagogi politik. Karena hal itu bisa menyulut emosi rakyat, hingga menimbulkan
disintegrasi antara dua kubu. Sebagaimana pesta, kita semua harus berbahagia,
tidak ada yang merasa terhina, tidak ada yang saling menodongkan buruk sangka.
Kita sendiri harus menikmati demokrasi ini sebagai ajang membangun
kekeluargaan, bukan peperangan. Pada akhirnya kedamaian akan selalu menang,
seperti menangnya Ultraman atau Power Rangers dalam mengalahkan monster-monster jahat
yang turun ke muka bumi.
Referensi :