Translate to your language

Wednesday, August 9, 2017

Berdamailah Rasa Sakit!

    Aina, aku sedang berdamai dengan rasa sakit. Negeri ini pun sama, ia sedang sakit, terbaring dalam tidur panjang. Sedang orang-orang tidak mencintainya, malah saling curiga atau buruk sangka. Mereka durhaka. Saling membakar dalam sosial media, inilah wabah bencana dunia maya. Sisa kehancuran bisa kita lihat di kolom komentar yg teramat memilukan. Peperangan antar umat beragama adalah arena adu domba. Dan nafsu kita adalah orang di belakangnya. Berhentilah menuduh! Kenapa kita tidak mengabaikan hal yg bisa menimbulkan perdebatan, kenapa kita tidak berbicara untukmu agamamu, dan untukku agamaku. Sebab perbedaan keyakinan tak akan pernah bisa disatukan. Aku mewarisi keislaman keluargaku, tapi dalam proses usia, kita mulai berpikir siapa Tuhan kita sebenarnya, kita akan kembali menjadi Ibrahim yg mulai mencari ketauhidan. Saat itulah orang akan memilih untuk siapa dan untuk apa mereka hidup. Aina, aku bertanya, apakah Tuhan memintamu membelaNya? Sedang kau lemah dan Tuhan Maha Kuat? Apakah Tuhan mengumpulkan orang-orang sebagai simpatisan untuk melindungiNya? Tidak Aina, justru Tuhan yg melindungi kita semua. Aku bilang Tuhan tidak perlu dibela, yg harus kita bela adalah kebenaran yg kita percayai sebagai keyakinan. Bumi ini sudah tua, sudah melewati berbagai kebenaran yg diyakini setiap penganutnya, jangan heran bila beda mata, beda pula pandangan tentang kebenarannya. Tapi pasti ada satu garis yg sama, yg harus kita tarik dari zaman ke zaman, yaitu kebaikan. Berbagai agama pasti menganjurkan kebaikan, bukankah kerukunan bagian dari kebaikan juga? Aina, kenapa orang-orang selalu berselisih dan berkelahi? Walaupun berbeda, kenapa mereka tidak membangun kebaikan bersama-sama yg diajarkan orang pendahulunya? Mungkin itu karena kebenaran yg mereka perjuangkan telah lepas dari kebaikan. Tuhan tidak perlu dibela, barangkali Dia marah melihat kelakuan kita.
Aina, aku sakit, tidak bisa berdamai dengan sambal terasi, pete, dan ikan pindang yg menggoda.
(MR. Maskur, 2017)

0 komentar:

Post a Comment