Translate to your language

Thursday, January 25, 2018

KOPI SEBAGAI PRASASTI

sumber gambar : https://pixabay.com/en/coffee-beans-coffee-beans-aroma-690423/

                Sejak SMP, kebiasaan minum kopi hitam itu tumbuh. Atau bila diingat lebih jauh, sejak SD aku sudah suka kopi hitam. Namun orangtuaku selalu memberi peringatan, jangan kebanyakan ngopi, nanti bodoh. Dan aku benar-benar bodoh menelan kalimat itu bulat-bulat. Jangan heran, hampir semua keluargaku termasuk coffee addict. Ditambah lagi, sejak SMP kelas 2, aku banyak bergaul di lingkungan seni, yang mayoritas orang-orangnya gemar ngopi. Aku kadang bergadang atau tidur di gedung kesenian. Kalau pulang, aku suka malu, sebab masih pakai seragam. Nanti prasangka orang bermacam-macam kalau melihatku pulang tengah malam dengan memakai seragam. Lebih baik duduk di jendela lantai atas, dengan segelas kopi dan buku antologi puisi.
                Perkembangan kopi di kotaku sangat cepat. Kedai kopi menjamur di mana-mana. Tetapi ini menjadi kesenangan dan kebahagiaan tersendiri, aku bisa lebih banyak menikmati kopi. Di SMK, aku terkenal sebagai tukang kopi yang candu, suka tidur di kelas (malamnya aku suka ngopi dan susah tidur), suka kesiangan juga(padahal rumahku dekat), suka berontak soal peraturan juga, dan suka lain-lainnya. Harap jangan ditiru, adegan itu terlalu berbahaya dilakukan di zaman sekarang yang serba ketat soal aturan. Kembali lagi pada kopi, bagiku kopi itu asyik, selalu ada ruang sunyi untuk merenungi diri. Bila pulang kerja, dan sisa pekerjaan menempel di kepalaku, maka aku selalu menyempatkan diri mampir ke kedai kopi.
                Salah satu kedai kopi yang sering kukunjungi adalah kepal kopi. Tempatnya lumayan jauh, terletak di depan pemakaman umum. Aku mempunyai tempat favorit, seperti biasa—di dekat jendela kaca yang menghadap ke jalan sekaligus pemakan umum. Jadi ketika minum kopi, aku jadi ingat mati. Ini bagian dari ibadah, ziarah itu tidak hanya memakai kopiah dengan doa-doa panjang. Ziarah itu bisa dilakukan dengan tegukan kopi sambil melihat pemakaman yang sepi. Yang terpenting kita ingat mati. Aku membayangkan, hantu di sana juga punya kedai kopi, mereka nongki-nongki sambil berbincang tentang pertemuan dengan Tuhan. Aku suka tertawa sendiri kalau ingat hal ini.
                Setiap orang mempunyai cara tersendiri dalam menikmati dan memahami kopi. Bagiku, kopi adalah cara mendekatkan diri pada Tuhan. Tegukan pertama, biasanya aku mencoba mengenali rasa, rasa itu mengenaliku, lantas menghayatinya seperti takbir pertama dalam rakaat solat. Tegukan kedua, aku harus masuk ke dalam alam bawah sadar, bertemu dengan hatiku sendiri(katanya manusia yang masih hidup itu bertemu Tuhan  dengan cara kembali mengenali dirinya sendiri). Tegukan ketiga, tiba-tiba aku merasa jadi seorang sufi. Tegukan ke empat dan seterusnya, aku suka ngomong sendiri (ngomongnya cukup dalam hati). Untuk menghindari hal ini, aku suka mengajak orang buat berdiskusi.
                Kopi itu penuh filosofi. Termasuk nama kedai ini, kepal kopi, kepal kiri. Kenapa tidak tinju kopi, tinju kiri? Biar orang makin berasa saat minum kopi, jadi ketika ngopi selesai, tinju melayang. Kembali pada kalimatku di awal, setiap orang mempunyai cara tersendiri dalam menikmati dan memahami kopi. Kopi itu seperti puisi, sangat multitafsir sekali. Kopi itu seperti alquran, beda orang yang menafsirkan maka beda pula pemahaman. Untung aku sempat menyodorkan tanya kepada pemilik kedainya. Kepal kopi, kepal kiri, lambangnya kepalan tangan yang menyimbolkan perlawanan. Katanya, di dunia kopi itu banyak sekali ketidakadilan, misalnya para petani yang ditindas tengkulak. Dan masih banyak lagi keresahan-keresahan baik itu petani, roastery, bahkan baristanya. Huh, kopi itu selalu menggelisahkan kawan.
                Aku suka kopi hitam, kopi hitam itu pahit, pahit itu mengingat masa lalu, masa lalu itu kamu, berarti kamu itu kopi. Duh, kopi memang alat penenang dan pengenang. Aku melihat kebun-kebun masa lalu, teringat kembali pada Raden Alit. Anak muda zaman sekarang mungkin tidak mengenalnya, atau bahkan para inohong/pejabat juga tidak tahu(aku tekankan, ini bukan berarti aku sudah tua). Kata kakekku, bangsa asing itu sangat mudah sekali merusak bangsa kita, bila anak-anak mudanya sudah melupakan sejarah. Raden Alit, nama lain dari Raden Haji Prawatasari, seorang pahlawan dari Cianjur.
                Saat zaman kompeni, VOC menguasai Cianjur, tepatnya pada masa pemerintah Dalem Aria Wiratanu II (1686-1707). Dan di saat itulah diberlakukan tanam paksa, yang disebut Priangan Stelsel atau Preanger Stelsel. Berbeda dengan cultuurstelsel, Preanger Stelsel melibatkan para bangsawan sunda seperti bupati. Khususnya di Cianjur, para petani dipaksa menanam kopi—ingat! Bukan menanam paksa cinta di hati para jomblo ya. Ini karena wilayah dan cuaca di Cianjur cocok untuk menghasilkan kopi jenis arabika yang terkenal sampai mancanegara. Bukan hanya menanam, tetapi VOC juga memonopoli perdagangannya.


                Ternyata, ketidakadilan di dunia kopi itu sudah ada sejak zaman dulu. Raden Haji Prawatasari melakukan pembangkangan massal rakyat untuk menolak penanaman kopi. Maret 1703, Raden Haji Prawatasari merekrut 3000 massa untuk menjadi gerilyawan dan menyerang markas para kompeni di pusat kota Cianjur. Raden Haji Prawatasari melakukan aksi hit and run, menyerang markas militer VOC di Bogor, Tangerang dan kawasan Priangan Timur seperti Galuh, Imbanagara, Kawasen dan daerah muara Sungai Citanduy (tahun 1704). Raden Haji Prawatasari itu Robinhoodnya Cianjur, ia relah ‘bunuh diri kelas’ (ini istilah Marx bagi para kaum borjuis yang rela bergabung dengan rakyat kecil).
                Dipimpin Peiter Sciopio dan pasukan letnan Ki Mas Tanu, mereka memburu Raden Haji Prawatasari yang sudah dinyatakan sebagai Karaman van java (Penjahat Besar dari Jawa). Mencari bukti otentik sejarah di tanah pasundan memang susah (tingkatannya hampir sama dengan susah mencari jodoh). Namun, ada salah satu bukti otentik catatan sejarah, yaitu surat perintah Gubernur Jenderal VOC Johan van Hoorn kepada seluruh bupati priangan untuk menangkap prawatasari dengan ancaman pemecetan, surat ini bertanggal 22 Maret 1704. Siapa saja yang berhasil menangkapnya hidup atau mati, maka diberi hadiah 300 ringgit. Kisah perburuan Raden Haji Prawatasari diabadikan dalam sebuah nyanyian rakyat, Ayang Ayang Gung
Ayang Ayang Gung

Ayang – ayang gung
Gung goongna rame
Menak Ki Mas Tanu
Nu jadi wadana
Naha maneh kitu
Tukang olo-olo
Loba anu giruk
Ruket jeung kompeni
Niat jadi pangkat
Katon kagorengan
Ngantos kangjeng dalem
Lempa lempi lempong
Jalan ka Batawi ngemplong
Ngadu pipi jeung nu ompong

                Nyanyian rakyat masih ada sampai sekarang, namun sejarahnya seperti terlepas begitu saja. Mengenang itu membosankan, tapi ini lebih berguna, dibanding hanya mengenang mantan yang sudah jadian. Bagi yang merasa, jangan ketawa. Dan sekarang kita sudah menikmati perjuangan Prawatasari dalam membebaskan petani kopi. Dengan meminum kopi, berarti kita menghormati pahlawan yang sudah gugur. Tahun 1707, Raden Haji Prawatasari mendapat hukuman mati di benteng Kartasura. Kemudian dikuburkan di Dayeuhluhur, Kabupaten Cilacap di tepi sungai Cibeet. Namanya tetap dikenang menjadi lapang dan taman di Cianjur, meski orang-orangnya dalam kepikukanan sejarah.
                Aku suka kopi, aku suka berontak pada ketidakadilan waktu sekolah (nanti aku ceritakan di catatan selanjutnya). Hampir setiap hari aku tidak melewatkan tradisi minum kopi. Bila sendiri, aku selalu betah di kedai kopi, suka lupa waktu. Apalagi di kepal kopi,kedai ini menjelang tengah malam memang sepi, tapi masih tetap buka. Beda dengan yang lain, baru jam sepuluh malam, kedainya sudah mau tutup. Memang ada yang 24 jam buka, tapi terlalu ramai karena dekat pinggir jalan besar. Di sini, aku bisa ngopi sambil ingat mati. Meski yang lain lebih asyik main game—minum kopi itu kenikmatannya jangan dibagi dengan keasyikan yang lain, perlu diresapi. Banyak sekali biji kopi terkenal dari tanah pasundan ; Cianjur natural, Sarongge, Tanah Gulali Sunda, Garut Papandayan, Java Preanger Tilu (Kopi Tiwus), dsb—pantas saja para kompeni sangat menginginkan kopi dari tanah ini, sebab rasanya adalah kekayaan yang tidak ternilai.
                Aku melihat biji-biji kopi itu dalam toples, rasanya seperti prasasti, rasanya ingin mengepalnya seperti perlawanan prawatasari.

Referensi :


Cianjur, 2018

2 comments:

  1. Kopi merupakan minuman sakti yang dapat meningkatkan semangat kerja :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih kawan, sudah ngopi sambil baca di sini :D

      Delete