Translate to your language

Wednesday, August 9, 2017

Catatan Kepergian

05.45, keberangkatan menuju kota yang dilulur dingin, seperti wajahmu. Tidak, bukan wajahmu, mungkin hatimu. Barangkali butuh cinta atau sayang sebagai penghangatnya. Itu pun bila kau punya, bila tidak maka kuberikan untukmu secara gratis, seperti perjalanan ini. Perjalanan yang membuatku merasa bukan siapa-siapa, bukan apa-apa. Mungkin juga dalam hatimu, aku bukan siapa-siapa, bukan apa-apa. Tapi aku tetap mencintaimu, juga perjalanan ini. Seperti jarak yang tetap dicintai para musafir, meski membuatnya lelah dan lapar. Sebab kau tahu, dalam jarak ada keikhlasan dan pengorbanan. Ada juga waktu yang membuat kita harus sabar menunggu untuk berangkat atau pulang. Antara keberangkatan dan kepulangan, selalu ada rindu yang menuntunku. Kau tahu kenapa? Agar aku tak tersesat di setiap perjalanan, tak tersesat juga ke lain hati. Dan kerinduan itu juga yang membuat senyummu menjadi pengobat rasa lelah, menjadi sebotol air saat haus, menjadi sepiring nasi saat lapar, bahkan menjadi kompas saat aku lupa arah. Ah, apakah tulisanku terlalu mendayu seperti lagu cinta yg lawas? Rasanya tidak bila kau membacanya dengan perasaan, bukan pikiran. Sebab alur pikiran terlalu kaku untuk mengikuti bentuk sebuah perasaan. Begitulah kataku, seorang remaja yang ingin jadi ilmuwan cinta, namun tak pernah lulus mendapatkan gelar sarjana.

0 komentar:

Post a Comment