Translate to your language

Saturday, September 9, 2017

KAUM MENUNDUK




             Kaum ‘Ad, Kaum Tsamud, dan beberapa kaum lainnya telah dibinasakan oleh Allah. Begitu juga dengan tokoh angkuh terkenal, Fir’aun. Kisah mereka semua diabadikan dalam alquran sebagai pembelajaran bagi kaum selanjutnya. Dan kita adalah kaum selanjutnya, kaum dengan berbagai perkembangan dalam kehidupan. Salah satunya di bidang teknologi dan informasi, perkembangan teknologi sangat pesat, dari detik ke detik selalu ada saja perkembangan yang membuat berbagai perubahan guna memudahkan setiap pekerjaan manusia. Dan informasi di masa sekarang sangatlah mudah didapat, peristiwa yang baru saja terjadi bisa tersebar cepat seperti disebar angin ke seluruh penjuru, dan sepersekian detik lagi informasi baru datang silih berganti—proses pembaharuan yang sangat cepat. Demikian muqadimah yang singkat, sebab aku juga tidak mau kalah cepat dengan teknologi, aku ingin cepat menuju inti pembahasan.
                Kaum menunduk, bukan berasal dari kaum jin yang tidak kasatmata, mereka bisa dilihat dimana-mana. Mereka semua menunduk, menunduk bukan karena sedang merenung atau membaca buku, menunduk bukan seperti pribahasa padi yang berisi ilmu, bukan pula sedang berdoa khusyu. Mereka menunduk, ruhnya seperti terhisap ke dalam layar gadgetnya. Barangkali inilah zaman orang lebih beriman pada teknologi, lebih percaya pada informasi dibanding wahyu Allah. Orang-orang yang terkadang mengabaikan panggilan ibadah, dan lebih suka berdoa juga bersujud di berbagai social media. Aku tak pernah tahu, apakah Allah juga mempunyai akun di social media. Tetapi Allah memang berada di mana-mana, bahkan di layar gadget dan dunia internet. Namun terkadang orang menganggap seolah-olah Allah tidak ada di sana, padahal Dia Maha Melihat. Orang merasa bebas, seolah tidak ada aturan di dunia maya. Berbagai kehancuran bisa dilihat di kolom komentar, seperti adu domba, mereka saling menubrukan pendapatnya dengan kasar dan keras. Pakaian wanita muslimah sudah tidak bisa dibedakan dengan wanita berbikini, panjang dan menutup tapi transparan dan tipis. Wanita lebih suka mempersolek diri dibanding hati. Para lelaki lebih bebas meliarkan pandangan dan farji (diartikan sama dengan sebuah benda yang dimiliki laki-laki di bawah pusarnya). Orang-orang kembali menyembah berhala, menyembah gadgetnya sendiri. Dan mereka semua menunduk, dimana-mana mereka selalu menunduk.
                Kaum menunduk, mereka yang lebih suka melebur diri menjadi biner-biner digital dibanding langsung bersosial. Orang sibuk menunduk saat bicara bersama temannya, ia tertawa sendiri padahal teman di sisinya sedang bersedih. Orang-orang hilang kepekaannya, manusia-manusia tidak menjadi manusiawi, manusia jadi gadgetiawi, tapi lebih mirip barang mati. Dan kebanyakan orang tua masa kini mendidik anaknya dengan gadget atau teknologi. Maka jangan heran jika generasi sekarang dan yang akan datang adalah generasi yang terlahir, dididik, dan dibesarkan oleh gadget, smartphone, tablet, atau apapun yang terus dikembangkan hingga tidak ada habisnya. Barang-barang ajaib itu seolah telah menjadi teman bermain, guru, sekaligus orang tua angkat yang mengajarkan banyak hal. Sehingga anak-anak itu pun jadi anak ajaib, seorang balita bisa mengunjungi rumah mang Youtube tanpa permisi ke ibunya, lantas melihat artis menyanyikan lagu cinta—diikuti pula hingga khatam lagunya. Alat-alat dari saku Doraemon mulai bermunculan, berbagai kecanggihan bisa kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Orang-orang dari berbagai kalangan sudah mempunyai pintu ke mana saja, orang yang diam bisa tiba-tiba ada di toko dan berbelanja, orang yang duduk saja bisa tiba-tiba memesan tiket travel, bahkan anak-anak bisa masuk ke kamar dewasa—dan menyaksikan adegan luar biasa. Dan mereka semua menunduk, dimana-mana mereka selalu menunduk.
                Kaum menunduk, orang yang diajak bertukar pesan, sticker, atau emoticon—nyatanya tidak asyik diajak bicara, mereka lebih mirip boneka, tetap menunduk bila ditanya. Mereka tidak peduli pada lingkungan sekitarnya, lebih suka menunduk di kamar mengikuti berbagai isu-isu yang tidak bisa dipastikan kebenaran atau kesalahannya. Bahkan, mereka suka membuang kotoran di beranda—berbagai beranda social media, anak-anak sekarang lebih suka main di sana. Bila malam minggu tiba, para remaja ikut nongkrong juga, mencari kekasih atau lawan tarung di sana, ada juga yang tertawa mencaci orang lain, ada juga yang menangis ditinggal kekasih, ada juga yang curhat tanpa sudah, ada juga yang diam saja—ibaratnya hanya duduk memerhatikan yang lewat di jalan. Pokoknya berbagai macam kelakukan bisa ditemukan di sana. Padahal bila mati, semua manusia dikuburkan ke dalam tanah, tidak dikubur ke dalam Facebook, Twitter, Instagram, atau semacamnya. Dan mereka semua menunduk, dimana-mana mereka selalu menunduk.
                Kaum menunduk, selalu tunduk di setiap waktu, dan sulit tunduk di tiap lima waktu. Aku takut Allah murka. Dan memberi azab pada kita, atau mungkin sekalian mengkiamatkannya. Tetapi memang begitulah adanya, Dajjal lebih dulu turun dan menyebar fitnah di dunia maya. Berbagai kaum terdahulu yang diazab Allah kembali hidup di sana; ada kaum nabi Nuh, Kaum nabi Luth, kaum Saba, kaum ‘Ad, Kaum Tsamud, Kaum Madyan, dan kejahiliyyah di zaman nabi Muhammad SAW pun sudah bermunculan.  Mereka semua menunduk, dimana-mana mereka selalu menunduk.
                Kaum menunduk, dimana-mana mereka selalu menunduk. Mari kita berhenti menunduk kepada Tuhan selain Allah, Jibril datang menyampaikan pesan MajikanNya “Yuadzibu may yasyaaa’u wa yar-hamu may yasyaa’, wa ilaihi tuqlabuun.” Inilah pesan yang dititipNya, “Dia (Allah) mengazab siapa yang Dia kehendaki dan memberi rahmat kepada siapa yang Dia kehendaki, dan hanya kepadaNya kamu akan dikembalikan.” (Q.S. Al-ankabut: Ayat 21). Sekali lagi “…dan hanya kepadaNya kamu akan dikembalikan”, dan -Nya di sini hanya ditujukan pada Allah, bukan Facebook, Twitter, Instagram, atau semacamnya. Wallahu’alam bishowaf.

Cianjur, 2017

0 komentar:

Post a Comment