Kaum ‘Ad, Kaum Tsamud, dan beberapa kaum lainnya telah dibinasakan oleh Allah. Begitu juga
dengan tokoh angkuh terkenal, Fir’aun. Kisah mereka semua diabadikan dalam
alquran sebagai pembelajaran bagi kaum selanjutnya. Dan kita adalah kaum
selanjutnya, kaum dengan berbagai perkembangan dalam kehidupan. Salah satunya
di bidang teknologi dan informasi, perkembangan teknologi sangat pesat, dari
detik ke detik selalu ada saja perkembangan yang membuat berbagai perubahan
guna memudahkan setiap pekerjaan manusia. Dan informasi di masa sekarang
sangatlah mudah didapat, peristiwa yang baru saja terjadi bisa tersebar cepat
seperti disebar angin ke seluruh penjuru, dan sepersekian detik lagi informasi
baru datang silih berganti—proses pembaharuan yang sangat cepat. Demikian muqadimah
yang singkat, sebab aku juga tidak mau kalah cepat dengan teknologi, aku ingin
cepat menuju inti pembahasan.
Kaum menunduk, bukan
berasal dari kaum jin yang tidak kasatmata, mereka bisa dilihat dimana-mana.
Mereka semua menunduk, menunduk bukan karena sedang merenung atau membaca buku,
menunduk bukan seperti pribahasa padi yang berisi ilmu, bukan pula sedang
berdoa khusyu. Mereka menunduk, ruhnya seperti terhisap ke dalam layar
gadgetnya. Barangkali inilah zaman orang lebih beriman pada teknologi, lebih
percaya pada informasi dibanding wahyu Allah. Orang-orang yang terkadang
mengabaikan panggilan ibadah, dan lebih suka berdoa juga bersujud di berbagai
social media. Aku tak pernah tahu, apakah Allah juga mempunyai akun di social
media. Tetapi Allah memang berada di mana-mana, bahkan di layar gadget dan
dunia internet. Namun terkadang orang menganggap seolah-olah Allah tidak ada di
sana, padahal Dia Maha Melihat. Orang merasa bebas, seolah tidak ada aturan di
dunia maya. Berbagai kehancuran bisa dilihat di kolom komentar, seperti adu
domba, mereka saling menubrukan pendapatnya dengan kasar dan keras. Pakaian
wanita muslimah sudah tidak bisa dibedakan dengan wanita berbikini, panjang dan
menutup tapi transparan dan tipis. Wanita lebih suka mempersolek diri dibanding
hati. Para lelaki lebih bebas meliarkan pandangan dan farji (diartikan sama
dengan sebuah benda yang dimiliki laki-laki di bawah pusarnya). Orang-orang
kembali menyembah berhala, menyembah gadgetnya sendiri. Dan mereka semua
menunduk, dimana-mana mereka selalu menunduk.
Kaum menunduk,
mereka yang lebih suka melebur diri menjadi biner-biner digital dibanding
langsung bersosial. Orang sibuk menunduk saat bicara bersama temannya, ia
tertawa sendiri padahal teman di sisinya sedang bersedih. Orang-orang hilang
kepekaannya, manusia-manusia tidak menjadi manusiawi, manusia jadi gadgetiawi, tapi lebih mirip barang mati.
Dan kebanyakan orang tua masa kini mendidik anaknya dengan gadget atau teknologi.
Maka jangan heran jika generasi sekarang dan yang akan datang adalah generasi
yang terlahir, dididik, dan dibesarkan oleh gadget, smartphone, tablet, atau
apapun yang terus dikembangkan hingga tidak ada habisnya. Barang-barang ajaib
itu seolah telah menjadi teman bermain, guru, sekaligus orang tua angkat yang
mengajarkan banyak hal. Sehingga anak-anak itu pun jadi anak ajaib, seorang
balita bisa mengunjungi rumah mang Youtube tanpa permisi ke ibunya, lantas
melihat artis menyanyikan lagu cinta—diikuti pula hingga khatam lagunya. Alat-alat
dari saku Doraemon mulai bermunculan, berbagai kecanggihan bisa kita temukan
dalam kehidupan sehari-hari. Orang-orang dari berbagai kalangan sudah mempunyai
pintu ke mana saja, orang yang diam bisa tiba-tiba ada di toko dan berbelanja,
orang yang duduk saja bisa tiba-tiba memesan tiket travel, bahkan anak-anak bisa
masuk ke kamar dewasa—dan menyaksikan adegan luar biasa. Dan mereka semua
menunduk, dimana-mana mereka selalu menunduk.
Kaum menunduk, orang
yang diajak bertukar pesan, sticker, atau emoticon—nyatanya tidak asyik diajak
bicara, mereka lebih mirip boneka, tetap menunduk bila ditanya. Mereka tidak
peduli pada lingkungan sekitarnya, lebih suka menunduk di kamar mengikuti
berbagai isu-isu yang tidak bisa dipastikan kebenaran atau kesalahannya.
Bahkan, mereka suka membuang kotoran di beranda—berbagai beranda social media,
anak-anak sekarang lebih suka main di sana. Bila malam minggu tiba, para remaja
ikut nongkrong juga, mencari kekasih atau lawan tarung di sana, ada juga yang
tertawa mencaci orang lain, ada juga yang menangis ditinggal kekasih, ada juga
yang curhat tanpa sudah, ada juga yang diam saja—ibaratnya hanya duduk
memerhatikan yang lewat di jalan. Pokoknya berbagai macam kelakukan bisa
ditemukan di sana. Padahal bila mati, semua manusia dikuburkan ke dalam tanah,
tidak dikubur ke dalam Facebook, Twitter, Instagram, atau semacamnya. Dan
mereka semua menunduk, dimana-mana mereka selalu menunduk.
Kaum menunduk,
selalu tunduk di setiap waktu, dan sulit tunduk di tiap lima waktu. Aku takut
Allah murka. Dan memberi azab pada kita, atau mungkin sekalian
mengkiamatkannya. Tetapi memang begitulah adanya, Dajjal lebih dulu turun dan
menyebar fitnah di dunia maya. Berbagai kaum terdahulu yang diazab Allah
kembali hidup di sana; ada kaum nabi Nuh, Kaum nabi Luth, kaum Saba, kaum ‘Ad,
Kaum Tsamud, Kaum Madyan, dan kejahiliyyah di zaman nabi Muhammad SAW pun sudah
bermunculan. Mereka semua menunduk,
dimana-mana mereka selalu menunduk.
Kaum menunduk, dimana-mana
mereka selalu menunduk. Mari kita berhenti menunduk kepada Tuhan selain Allah, Jibril
datang menyampaikan pesan MajikanNya “Yuadzibu may yasyaaa’u wa yar-hamu may
yasyaa’, wa ilaihi tuqlabuun.” Inilah pesan yang dititipNya, “Dia (Allah)
mengazab siapa yang Dia kehendaki dan memberi rahmat kepada siapa yang Dia
kehendaki, dan hanya kepadaNya kamu akan dikembalikan.” (Q.S. Al-ankabut: Ayat
21). Sekali lagi “…dan hanya kepadaNya kamu akan dikembalikan”, dan -Nya di
sini hanya ditujukan pada Allah, bukan Facebook, Twitter, Instagram, atau
semacamnya. Wallahu’alam bishowaf.
0 komentar:
Post a Comment